Minggu, 09 Desember 2012

Mengenali Stres pada Anak Usia Sekolah


Mengenali Stres pada Anak Usia Sekola
Kenali Perilakunya, Orangtua Jangan Terlalu Intervensi

Stres tidak hanya terjadi pada orang dewasa, anak usia sekolah juga sering mengalaminya. Tanpa penanganan yang tepat, prestasi anak bisa jeblok.


TIDAK dimungkiri anak-anak saat ini sering mengalami stres menjelang ujian terutama ujian semester, ujian sekolah atau ujian akhir nasional. Tanda-tanda stres bisa diketahui orangtua dengan memperhatikan perilaku si anak yang tiba-tiba murung, menyendiri di kamar, atau melakukan kegiatan yang tidak seperti biasanya.
Menurut psikolog klinis Triharim Kemala, sumber datangnya stres pada anak umumnya muncul dari lingkungan sekolah. Mulai dari masalah hubungan dengan teman sebaya, krisis identitas, penampilan, pekerjaan rumah (PR) dan tes yang diberikan guru. Stres tentunya berdampak pada rasa tidak nyaman, gugup, bahkan sulit untuk berpikir dengan jernih.
Ketika menghadapi ujian pasti ada rasa cemas, apakah nanti dia akan berhasil, atau malah gagal. Lalu, bagaimana nanti masa depannya, dan sebagainya. Itu akan membebani si anak,” tambahnya.
Ia mengungkapkan, selama si anak stres, orangtua jangan terlalu intervensi. Jika stres masih dalam tahap yang wajar, maka hal tersebut bagus untuk perkembangan si anak dalam melakukan problem solving untuk membiasakan diri mengatasi kejenuhan atau kekhawatirannya.
Jika anak gagal dengan perkembangan stresnya maka ia bisa tumbuh menjadi seseorang yang mudah marah, tidak sabaran, dan bahkan dalam bersosialisasi ia tidak mau memahami orang lain,” kata alumnus Magister Psikolog Universitas Muhammadiyah Malang ini.
Diterangkan Triharim, stres yang dikatakan masih dalam batas wajar yaitu ketika si anak tidak mengalami suatu permasalahan lain yang munculnya belakangan. Misalnya perubahan pola tidur, pola makan, termasuk gairah hidup.
Dalam ilmu pengetahuan psikologi, lanjut Triharim, stres terbagi dua jenis. Yaitu stres baik dan stres buruk. Stres yang baik akan berdampak pada motivasi persaingan prestasi belajar yang akan diraih. Sedangkan stres buruk berdampak pada penurunan atau kenaikan nafsu makan, susah tidur dan susah berkonsentrasi. “Jika efek stres itu baik, maka stres belajar bisa menimbulkan keinginan untuk tidak mau kalah nilai dengan teman-temannya,” ujarnya. “Tapi, jika efek stres itu buruk, maka akan menghambat kemauan belajarnya. Kalau dibiarkan semakin memburuk, malah si anak jadi susah tidur, susah makan, susah konsentrasi, bahkan gairah hidupnya menurun.”
Triharim tidak begitu saja berpendapat. Dia memberikan tips agar anak sukses melewati ujian di sekolahnya. Menurutnya yang paling penting adalah tetap belajar.
“Dahulukan mata pelajaran yang disukai dan dikuasai anak. Dukungan orangtua juga memiliki peran. Bukan mengajari, tapi hanya menemani anak belajar. Bila perlu ciptakan suasana belajar yang kondusif buat anak belajar,” imbuhnya.
Jika si anak merasa jenuh maka perasaan tersebut harus dilampiaskan.”Melampiaskan kejenuhan belajar bukan hal yang diharamkan. Misalnya mendengarkan musik, menonton film, atau main game. Asalkan, harus ingat, jangan berlebihan,” papar Triharim. Yang tidak kalah pentingnya adalah orangtua disarankan memberi penghargaan apabila anak berhasil melewati ujian dengan baik. Misalnya, dengan mengajaknya jalan-jalan, atau memberikan kejutan yang bermanfaat. (*/nno)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar