Kamis, 06 November 2014

Beri aku 5 hari



“Gila, telat lagi gue!!! Moga aja dosennya belum dateng...” aku berlari menaiki tiap 2 anak tangga sekaligus. Hari ini aku kuliah kalkulus yang bener-bener ngebosenin banget. Sebenernya yang bikin bete bukan kalkulusnya, tapi dosennya yang sok einstein itu! Masak minggu lalu aja quiznya 35 biji...eh, nomer! Terus Cuma dikasi waktu sejam! Dasar, dosen aneh, memangnya otak kita kayak ubur-ubur apa!!! Huu... panjang, kriting-kriting, agresif!!!
BRUAKKK!!!! Aku memang berlari kencang, membabibutai koridor kampus sampai nggak sengaja...weiz, nabrak bo’!!!
“Sori man...” Cuma itu yang bisa terucap dari mulutku yang sudah termonyong-monyong...ngosh-ngoshan!!!
Weiz, tau nggak...ternyata aku nabrak cewek!!! Aku menghentikan langkahku dan berharap dia tersenyum sambil berkata, “Oh, gapapa...” tapi, detik berikutnya ternyata...
Tanpa menatapku, gadis itu langsung pergi. Astaga... aku dikacangin! Yah, udah biasa sih...tapi, gadis yang tadi bener-bener lain...Sumpah! cuek, dingin, keliatan angkuh, tapi... gimana, gitu! Nggak berani bo’ong sih... cantik!
Gimana nggak cantik? Mulus, tinggi, ramping, rambutnya panjang lurus lagi...matanya..., bibirnya..., hidungnya..., uggfh!!! Mantep!!!
ASTAGA!!! Kalkulusku...aku kembali berlari kencang dan... bruak!!! Aku terpeleset, tepat di depan pintu sebelum masuk ke kelas...waktu yang sama, kelas bubar dan teman-temanku keluar dengan muka yang berot-berot.
“Aduh, apes gue hari ini.” Kutepuk jidatku karena ternyata kelasku sudah selesai dan aku kehilangan absen!
“Ada apa sih?” tanya pada Roy.
“Makanya, masuk Cumi... barusan quiz dadakan!”
“APA???” aku semakin ternganga. Telat, kehilangan absen, nggak dapet nilai quiz... huh, komplit!!!
“Heh, cumi...lo dipanggil pak kalkulus tuh...katanya lo harus nghadep, jatah bolos lo abis!” Tian muncul di sampingku.
Aku Cuma bisa menepuk keningku...
Yah, sudah kuduga...aku dapet semporotan luar biasa di bagian pengajaran kampus. Kartu kuning! nggak boleh telat lagi...nggak boleh nggak masuk lagi, sampe akhir semester ini! Aih,...sial! mana minggu depan ada pemotretan lagi...Huuuh...payah!
Uupz, kenalin namaku Tomi, tapi temen-temen biasa manggil ”cumi”. Nggak tau kenapa, mungkin karena aku cakep...keren, pinter...weiz, nggak nyambung!
Eh...hari ini sumpah bete abis! Mungkin dengan nelen bakso bulet-bulet, bisa bikin lega...diujung koridor kudapati gadis yang tadi kutabrak berjalan cuek, lurus ke arahku...oh, my god! Aku terpaku...wo’ow, kayaknya...gadis itu hampir nabrak dosen,...pasti dimarahin! Aku tak memalingkan pandangan ke arah lain... weiz, apa tuh...kok dosennya senyum? Eh, dibiarin pergi lagi... ga bilang maaf lagi, tu cewek... hebat bener, anak Rektor kali ya...
Ponselku bergetar dengan caller Kantor Redaksi...
“Ya, halo...” aku pun mendengarkan suara dari seberang baik-baik, setelah selesai aku terduduk di kursi di dekat taman samping.
Oh ya, aku tinggal sendirian di kota besar ini, untuk biaya kuliah, aku berusaha kerja sambilan. Aku part-time sebagai fotografer majalah remaja, sudah sekitar 1 setengah tahun. Tepatnya sejak beberapa bulan sebelum mulai kuliah. Tau nggak, bosku minta dicarikan model untuk cover majalah edisi minggu depan...
Yah, mungkin kita punya pikiran yang sama... aku mau ngajak cewek itu...tapi, apa bisa?!
Kuberanikan diri untuk mnghalangi jalan gadis itu ketika sudah hampir dekat denganku.
“Mm, boleh tau nggak, nama kamu siapa?” tanyaku to the point.
Gadis itu menatapku kemudian pergi... aku mengejarnya dan tak pantang menyerah mau kenalan...
“Cuma pengen kenal, nggak salah kan?” tanyaku lagi.
Gadis itu mendorongku sampai langkahku termundur.
Gila, apa-apaan ni cewek! Belagu banget...
Ow, ternyata ada beberapa mahasiswa arsitek yang lagi repot menggotong-gotong rumah-rumahan, memenuhi koridor...hh, ternyata maksud cewek ini baik... aku tersenyum padanya, namun dia segera pergi...
“Hei, tunggu.” Aku masih menghadangnya.
Dia menatapku. Agak kesal kayaknya.
“Makasih ya.” Ucapku.
Dia tersenyum tipis dan langsung pergi.
Aih, gimana caranya ya? Aku memikirkan beberapa ide... Segera aku berlari mencari teman-teman angkatanku.
“Lo kenal ga?” tanyaku setelah menyebutkan ciri-ciri gadis itu.
“Heh cumi, lu waras kan? Cewek tu banyak banget di kampus ini. Apalagi gedung teknik yang udah campur aduk. Ya informatika lah, ya industri lah, ya mesin lah ya sipil lah... bejibun gitu mana gue perhatiin! Gue nyari cewek buat diri gue sendiri aja susah...boro-boro nyariin cewek yang lu incer.” Roy malah nyerocos.
“Eh cumi, coba lu cari ke angkatan baru noh...2005, siapa tau ada yang bisa bantu.” Tian muncul dengan solusinya.
“Gue cabut dulu.” Aku langsung pergi. Aku nggak mau tau, hari ini, aku harus bisa ngedapetin cewek itu! Seenggaknya nama dan no. Hp nya...
Aku mencari tampang-tampang 2005 yang nangkring di depan kelas. Langsung kutanyakan gadis itu, bak nanya orang hilang di tipi-tipi! Tapi jawabannya kompak semua... “Mas, cewek di kampus ini tu banyak, mana kita tau! Kali aja dia anak jurusan lain yang Cuma numpang jalan-jalan.”
Aku tersenyum tipis dan langsung meninggalkan mereka. Duh, nanya sama siapa ya...?
Aha!!! Aku dapet ide!
Aku berlari menemui dosen yang tadi berpapasan dengan gadis itu...
“Permisi pak... saya mau menanyakan sesuatu, mudah-mudahan bapak bisa membantu saya.” Aku to the point dan langsung duduk di hadapan beliau.
Dosen itu menatapku aneh...
“Kamu siapa? Kayaknya saya belum pernah kenal kamu.” Beliau tampak bingung.
“Saya mahasiswa Informatika angkatan 2004 pak.”
“Lha, ada urusan apa kamu nyari saya? Saya ini dosen Teknik Mesin.”
“Saya Cuma mau tanya-tanya sedikit.” Aku pun langsung to the point menyebutkan ciri-ciri gadis itu. Kemudian bapak itu tersenyum.
“Kenapa pak?” tanyaku.
“Yakin, mau tau siapa dia?”
Hatiku jadi dag dig dug deg dog... ga nyangka, aku bakal tau siapa nama gadis itu! Aku pun mengangguk segera nan pasti.
“Namanya Nayna, Jurusan Teknik Mesin angkatan 2005. Dia satu-satunya mahasiswi perempuan angkatan tahun ini.
Aku terdiam... terpesona tepatnya! Gadis itu bener-bener luar biasa!
“Makasih pak.” Aku langsung pergi tanpa berani berkata-kata lagi.
Ke parkiran motor, aku langsung melesat pergi, ke Taman yang jaraknya nggak jauh dari kampus.
Ku setting, SLR digital canon...kamera kesayanganku. Lalu kupanggili setiap gadis yang lewat dan kusuruh bergaya... saking bingungnya, kufoto aja semua! Tapi suer deh, nggak ada satu pun yang bisa bikin gambar di LCD di kameraku ‘hidup’. Hhhh...
Aku berbaring di tengah lapang, mengarahkan lensa ke arah langit dengan mata yang masih deket banget sama lensa... Ahh! Spontan aku terduduk. Lensaku tepat menangkap cahaya matahari terik... Silau!!! Pandanganku kabur sejenak...
Entah disengaja atau enggak, kutemukan gadis cool itu duduk di bawah pohon.
Setelah aku bisa melihat kembali, aku langsung mendekatinya...
“Nama kamu Nayna kan?” tanyaku langsung duduk di sebelahnya. Kembali ku otak-atik kameraku.
“Kamu kok sendirian sih?” tanyaku lagi.
Gadis itu tetap mengunci mulutnya.
“Ok, aku minta maaf soal tadi...aku sudah nabrak kamu. Aku juga pengen terima kasih, kamu udah nolongin aku. Tapi plis, jangan diem aja donk.” Aku menatapnya.
Dia bangkit dan hendak pergi.
“Eit, tunggu! Aku nggak akan biarin kamu pergi gitu aja...” kupegang tangannya.
“Pinjem Hp kamu...” pintaku dan menadah tanganku.
Gadis itu menatapku bingung...
“Pinjem aja! Aku bukan rampok.” Tegasku.
Walaupun awalnya ragu, namun gadis itu pun duduk lagi dan memberikan ponselnya.
Kumasukkan no. Hpku dan langsung ku misscall balik ke hp ku.
Dirampasnya ponselnya dari tanganku.
“Namaku Tomi. Informatika 2004.”
Gadis itu bangkit lagi.
“Mudah-mudahan aku bisa jadi temen kamu.” Tukasku.
Sekian kalinya, dengan cuek si Nayna itu pergi...
“Hu, yess!” aku kegirangan. Siapa dulu...cumi!!! Lincah, gesit, ambisius...hh, mantap bo’!!!
Kudengar suara sms masuk di hpku. Kubaca...
“Tom, inget. Lusa kamu harus sudah bawa model ke kantor. Tapi lebih cepat lebih baik. Ada bonus besar minggu ini kalo kamu berhasil dapet yang terbaik.” Dari PemRed...
* * *
“Hai, lg apa ni?” aku mengirim sms untuk Nayna.
Duuuh, dibales nggak ya... jadi deg-deg’an...
“Lg didpn komptr.” Waw, dibales!
“Malem-malem gini, belajar? Rajin amat! Btw, ada acr ga bsk?”
“Ga.”
“Jln2 sm  ak, mau kan? Ga bakal diculik deh.”
Agak lama aku menunggu balasannya. Mudah-mudahan dia nggak marah...
“Jam 10, bis slesai Kuliah.”
Aku tercengang, membaca balasannya. Aku berhasil... cumi hebat!!!
“Oke, ak jmput di Kmps jam 10.”

* * *

Kebetulan banget, aku juga selesai kuliah jam 10. Jadi bisa langsung ketemuan sama Nayna.
“Lg dmn? Ak udh di dpn.” Ku sms dia. Tapi nggak dibales!
Seseorang menepuk pundakku.
Aku menoleh dan melihat Nayna berdiri di sampingku. Aku tersenyum.
“Yuk.” Kuberikan helm padanya.
Kami pun melesat meninggalkan kampus...
Nayna ini benar-benar misterius. Sepanjang perjalanan, kami Cuma diam... ku harap dia bukan gadis bisu!
“Tempatnya keren kan?” aku menghentikan motorku di parkiran tepi pantai.
Nayna segera turun dari jok belakang. Dia melangkah menapaki pasir pantai...
Aku segera menyusulnya...
“Kamu suka pantai?” tanyaku.
Dia tak menjawab.
“Ini salah satu tempat favoritku kalo lagi sedih, bete, mumet, pusing...” aku mencoba mulai bercerita.
“Aku lagi mumet banget, kerjaanku numpuk. Bosku disiplin banget, belum lagi urusan kampus... belum lagi urusan di rumah...muterrr terus.” Aku bercerita sambil terus melangkah mendekati pantai, sembari membuka tas kamera yang tergantung selempang di pundakku.
“Aku paling suka motret garis ujung pantai.” Aku terus berceloteh dan menghentikan langkah. Terfokus pada ombak yang berlari ke arahku. Kuangkat kameraku, mengatur diafragma, speed, dll..
Kami pun melepaskan alas kaki sejenak, lalu aku mulai sibuk jeprat!jepret!
Saking asiknya, kakiku terus melangkah menginjak ke dalam air... hmm, kurasa semakin rileks! Pasir pantai yang lembut memijat telapak kakiku... Angin sepoi membelai seluruh ragaku yang gerah. Hhh, enaknya! ... jpret! Jpret!
“JANGAAAAAN...!!!” kudengar seorang cewek berteriak dan detik berikutnya dalam sekejap aku terpeluk dari belakang. Tubuhku serasa mati seketika... suara Nayna kah itu?
Aku masih belum melepaskan kamera yang tertempel di wajahku. Lalu kedengar isakan pelan...
“Kak... Nay mohon! Jangan Kak...”
Aku tak berani bergerak sesenti pun, karena dekapan Nayna semakin kuat.
Sepertinya aku mengerti bahwa Nayna mengalami trauma yang cukup mengguncangnya.
“Biar aja Tante itu di tolong penjaga pantai...kakak nggak usah ikut-ikutan! Bahaya kak...” Nayna menangis.
Kuberanikan diri melepas kamera, menggantungkannya di leher dan berbalik.
“Nay...” aku membelai kepalanya.
Nayna menatapku dan spontan berhenti menangis. Lalu dia berlari ke tepi dan segera ku susul..
“Kalo ada masalah, jangan lari! Itu nggak akan pernah menyelesaikan masalah!” aku menangkap tangannya. Dia mencoba memberontak dan kami pun akhirnya terjatuh. Tetap saja Nayna mencoba menjauh dariku namun aku semakin tak bisa melepaskannya. Sesaat kami bergulat di atas pasir pantai.
“Nay...” aku mencoba menenangkan.
Nayna tampak ketakutan dan masih kuat memberontak.
Terpaksa, aku memeluknya! Aku mendekapnya erat, sampai dia tak dapat lagi bergerak liar. Kemudian, setelah Nayna sudah agak tenang, dia duduk lemas... aku juga ikut duduk. Kami diam...
Tak lama, kulihat airmata menetes di wajahnya, tanpa isakan. Kusandarkan perlahan kepalanya di bahuku.
“Tahun lalu, aku masih punya kakak. Namanya Reno... dia baik sama semua orang. Saking terlalu baik sama orang, dia sampe nggak perduli sama dirinya sendiri. Waktu itu, main di pantai...ada seorang tante yang hampir tenggelam. Ombaknya mulai besar... Reno lari... Reno pengen banget nyelamatin tante itu... aku sudah berusaha mencegah, tapi dia yang mohon sama aku. Akhirnya, ombak keparat itu merenggut nyawanya...Padahal, dari kecil aku, kakakku, dan mamaku sering main di pantai...” Nayna pun akhirnya membuka mulut, bercerita panjang lebar.
“Terus... Mama kamu nggak ikut kalian?” tanyaku.
“Mama meninggal kecelakaan mobil 2 setengah tahun yang lalu... waktu itu, mama pergi berdua aja sama Reno! Reno merasa bersalah atas kematian mama... Yang aku pahamin waktu Reno meninggal...dia pasti teringat waktu dia berusaha nyelametin mama. Makanya dia bersikeras mau nolong seorang ibu yang nggak dia kenal...” Nayna kembali bercerita dan mengangkat kepalanya dari bahuku.
“Dalam keluargaku, Cuma Reno yang tau betul apa mauku. Dia yang paling sayang sama aku... mama paling sayang sama Reno.”
“Ngerasa tersingkir?” aku menyela.
Nayna menatapku... segera ku jerpret! Wajahnya...
“Kena!” aku tersenyum.
Kulihat Nayna tampak terpaku. Segera kugelitik dia...kemudian aku berlari menjauh...
1...2...3...yess! dia mengejarku...
Bruk!!! Alamak, aku jatuh tersandung pasir berlubang.
Lalu kudengar suara gelak tawa Nayna...
“Nice moment!” langsung ku jepret! Lagi wajahnya yang ceria itu... Nayna terlihat semakin cantik...
Kami pun terus saja bercanda... ternyata, dengan riangnya, Nayna bergaya agar aku memotretnya... wow!
“Mungkin seperti inilah keadaan yang terjadi sebelum kepergian Reno.” Simpulku dalam hati. “nggak disangka Bayna cukup tegar dan menjadikan semuanya, kenangan terindah dalam hidupnya...”

* * *

Setelah selesai kuliah, aku berpapasan dengan dosen Teknik Mesin itu di kantin. Aku menghampiri dan melempar senyum padanya...
“Tom, saya akui... kamu hebat!” puji beliau.
“Memangnya saya habis ngapain Pak?”
“Duduk dulu.” Ajak beliau. Kami pun duduk dan makan siang bersama.
“Sejak kepergian Reno, Nay sama sekali nggak mau ngomong... dia membisukan diri selama setahun ini... Papanya khawatir, Nay akan bisu. Anak itu betul-betul bungkam. Tapi, sejak kenal kamu...semuanya berubah! Nayna bisa senyum, bahkan mau bicara... Terima kasih Tom.” Dosen itu menepuk pundakku.
“Kok bapak tau?” aku heran.
“Saya Omnya. Papa Nayna, sepupu saya.”
Aku mengangguk mengerti. “O...”
“Tapi, ada berita yang kurang bagus...” lanjut beliau.
“Maksud bapak?”
“Nayna akan dipindahkan ke Inggris, besok...”
Aku terpaku, terdiam, tak tau apa yang harus ku katakan... Entah, dadaku kayak ditendang-tendang ikan hiu! Sakit rasanya...
“Memangnya kenapa pak?” aku bertanya, berusaha menenangkan suaraku.
“Papanya pengen Nay jadi Dokter.”
Aku terdiam lagi...
“Sebenernya, hubungan Nayna dan papanya, kurang begitu baik. Selama ini, Papanya tinggal di Inggris. Sedangkan gadis itu dititipkan ke saya. Selama 2 tahun ini, dia lose contact sama Papanya. Papanya sibuk. Ambisinya begitu besar untuk jadi pengusaha no.1.”
Aku hanya bisa mendengarkan...
“Sebenarnya saya juga agak berat menerima keputusan Nayna yang mendadak. Tiba-tiba pengen tinggal sama Papanya.”
Aku kayak ada di dalam perapian... Emosi, pengen banget teriak dan bilang bahwa semua ini nggak adil... nggak fair... ehm, is it love? Ah, ngaco!
Setelah percakapan itu...aku langsung mencari Nayna! Aku membabi butai koridor kampus hanya untuk segera menemukannya... bidadariku! Cie...
Hhhh, ponselku berjoget di saku celana. Langsung kujawab. “Ya bos...” dari kantor.
“Mana modelmu? Dead line sore ini... saya tunggu sampe jam 6 ya! Inget, saya yakin kamu butuh bonus itu untuk bayar uang sekolah adikmu...”
Aku terdiam...
Iya, 2 tahun yang lalu, ibuku masih sanggup membiayai sekolahku dan adikku. Tapi, setelah ibuku kembali ke pangkuan illahi, kutitipkan adikku di asrama, kampung halaman.
Aku menutup ponsel dan melangkah gontai, uring-uringan, males... ahh, bete dah! Kuambil kunci motor dari kantong... segera kunaiki punggung RR ku. Memasang helm dengan malas... ASTAGA!!!
Ada hantu kah di jok belakang? Tiba-tiba ada yang memegang pundakku dan dengan gesit, naik! Aku pun menoleh penasaran...
“Kalo nggak jalan sekarang, aku turun!” kudengar suara Nayna, mengancam.
Langsung kutancap motorku...
Ini kesempatanku! Mungkin ini juga kesempatan terakhir... terakhir kalinya bisa bersama seorang Nayna.
“Beli es krim.” Pintanya.
Kami pun membeli es krim...
“Beli gulali...”
Kami pun membeli gulali...
Ku foto dia, juga bersamaku...!!! aku merasa rileks... huh, aneh!
Kami bercanda-canda tentang semua hal... tentang apapun! Lalu Hp ku berbunyi lagi dari kantor... Tapi tiba-tiba Hpku di rampas.
“Iya, 15 menit lagi...” Nayna menjawabnya!
“Ayo, 15 menit... nggak boleh telat!” dimatikannya ponselku dan menarik tanganku... persis kambing! Sebenarnya, apa sih rencananya??? Aku Cuma menurut. Kemana pun Nayna ingin pergi, kuantarkan...
Aku kaget... Nayna membawaku ke Kantor Redaksi!
“Sekarang... jam setengah 5. Aku kasih waktu sampe jam 8. Ayo, buruan.” Dia melirik jam sejenak dan menarikku ke lantai 4.
“Maksud kamu apa nih?” tanyaku bingung.
“Aku lagi pengen dipotret!” jawabnya singkat.
Beberapa jam itu kulewatkan untuk menjadikan Nayna model. Wajahnya, hidup banget man! Mungkin, dari sekian model yang pernah ku foto, dia lah yang paling PERFECT!!!
Tepat jam 8, kami meninggalkan kantor...
“Laper...” katanya.
Aku membelokkan motor ke Cafetaria terdekat...
Sambil makan, aku terus menatapinya, pengen banget denger langsung cerita darinya... tapi nggak bisa!
“Eh, nyanyi ah...” Nayna langsung berdiri dan berjalan ke panggung cafe. Aku tercengang... semangat banget dia hari ini... Nggak apapalah...
Dimainkannya senar-senar gitar dengan jemari lentiknya. Beberapa saat kemudian, suara merdunya keluar, membuat seisi cafe hening... hikmat dengan suaranya!
Gadis ini bener-bener sempurna! Tuhan,...boleh nggak aku minta dia??? Aku jadi senyum-senyum sendiri deh!
Jam 10... kuantar dia pulang...
“Nay...” kupegang tangannya ketika baru turun dari motor. Secepat kilat diciumnya bibirku!!! Langsung saja dia berlari masuk ke dalam gerbang yang guedde buanget itu...
Aku terpana! Ngimpi apa aku semalem? Kenapa dia hari ini???

* * *

Pagi-pagi banget sebelum masuk kuliah, aku mampir ke rumahnya... Tapi yang muncul malah Pak Mesin! (Abis, nggak tau namanya...)
“Nayna belum pergi kan pak?”
Bapak itu tersenyum.
“Dia sudah pergi sejak tadi malam. Jam setengah 12an, naik pesawat pribadi.” Bapak itu memegang pundakku.
“Nay sudah cerita semuanya. Kemarin dia sengaja mencari alamat kantormu. Bosmu cerita semuanya tentang kamu. Makanya, dia bersedia jadi modelmu. Soal kuliah, itu sebenernya Cuma alibi semata... Nayna nggak bener-bener jadi mahasiswa Teknik Mesin. Dia Cuma hobi belajar, tapi nggak terdaftar... Dokter memvonisnya mengidap Leukimia stadium akhir, 2 tahun yang lalu. Selama ini hidupnya bergantung sama obat-obatan antobiotik. Dia kuat dan penuh semangat, makanya dia sanggup bertahan... Sekarang dia akan menghabiskan sisa hidupnya di kota kelahirannya, ingin dipusar bersama Reno dan Mamanya. Menikmati sisa hidup bersama Papanya... ini, surat dari Nay.”
Kubaca surat kecil itu...
“Thanks for everything. Semua yang sudah pernah terjadi, bakal aku jadikan kenangan terindah semasa hidupku. I love you.”
Aku terpaku...        



Tidak ada komentar:

Posting Komentar