Jumat, 24 Oktober 2014

Birthday In Singapore - (Part 3)


Masih hari yang sama. 22 Mei 2014. 
Tiba di Bandara Internasional Changi Airport, Singapore.

Kunyalakan smartphone #Lenovo dan langsung sadar bahwa nomor indonesiaku benar-benar tidak berlaku di Negara ini, kalau tidak dipaketkan roaming internasional dahulu oleh si provider. Baiklah! Akhirnya aku mengandalkan wi-fi #ChangiAirport saja. Duduk dulu sambil santai di kursi bandara. Memperhatikan orang berlalu-lalang dengan ragam ekspresi. Mulai dari yang santai sambil tertawa bersama pasangannya, sampai beberapa anak muda asing yang agak berisik karena perginya rombongan bersama teacher mereka.
Beberapa menit kemudian, aku melanjutkan perjalanan untuk menyusuri bandara tiga tingkat ini. Karena PR ku masih lumayang banyak. Aku masih harus mencari barisan pemeriksaan Imigrasi, lalu harus mencari loket penjualan card MRT, mencari MRT (yang katanya masih dalam area bandara), dan mencari jalan menuju Hostel. Sementara, aku benar-benar merasa asing di tempat ini, karena ini kali pertama aku menginjakkan kaki di luar negeriku, Indonesia.
Baiklah! 
#Petualangan dimulai…

Alat Perang Backpackerku ... Buku panduan, Paspor, dll.
Aku menemukan antrian pemeriksaan Imigrasi yang sangat ketat. Setiap jalur pemeriksaan, benar-benar tidak boleh lebih dari satu orang, dan antrian tunggu yang berdiri, tidak boleh melewati garis batas (merah). Wah, tertib banget! Like this so!

Sambil masuk dalam antrian aku memperhatian sekitarku yang berbincang dengan rekan atau rombongannya dengan masing-masing bahasa mereka. Ada bahasa China, Bahasa Inggris, ada bahasa Thailand, bahasa India, juga bahasa perancis. Para petugas bandaranya kebanyakan berbahasa Melayu Malaysia. Malah aku belum menemukan orang yang berbahasa Indonesia. Seketika, aku merasa senang banget banget, ada di Negara ini. Colorful! Ragam orang ada di sini.

Hampir satu jam, akhirnya tiba giliranku diperiksa. Ditanya soal alamat tujuan yang jelas, berapa hari tinggal dan asalku dari mana. Si Petugas menggunakan bahasa melayu yang setidaknya ‘mirip’ dengan bahasaku. Lantas selesai dia mengembalikan pasporku, aku bertanya padanya, “Maaf bu, kalau saya mau mendapatkan MRT, dimana letaknya?” lalu tersenyum ramah padanya.
“Belok kiri, luruskan saja, sampai ke luar, Nanti MRT ada di luar.” jawabnya santun dengan aksen melayunya.

Setelah mengucapkan #terimakasih aku pun mengikuti arahannya. Memoriku bermain. Tentu saja, sebelum menjelajah di Negara ini aku sudah banyak membaca. Hanya belum tahu kemana arah patokannya saja.
Sampai di luar, aku menyusuri sisi bandara dan sesekali melihat peta area bandara. Lalu kulihat sebuah counter yang menyediakan penjualan Card akses MRT. Tadinya, yang pernah kubaca, harusnya aku mendapatkan kartu berwarna orange atau ungu bertuliskan Ez-Link. 



NETS-Flashpay-ku

Namun mendapatkan karta bertuliskan NETS-Flashpay. 
Harganya sama SGD 7. Dan fungsinya ternyata juga sama. 

Baiklah, lanjuuut.
“So where I have to go, to get the MRT?” tanyaku meminta pentunjuk arah.
Pemuda itu menjawab, mengarahkanku untuk naik escalator lalu menemukan train. Oke, aku mengikuti arahannya. Saat menunggu train itu datang setiap 4 menit aku perhatikan bentuknya. “Kok nggak mirip yaa, sama yang di video?” jadi ceritanya, selain membaca, aku juga menonton video-video tentang Singapore di #Youtube. Memperhatikan setiap detail bentuk. Lantas melewatkan kereta yang hanya berbentuk seperti kapsul canggih itu, aku membaca petunjuk arah kereta. Tersadarlah aku bahwa… ooh, ini shuttle train. Jelas, bukan MRT karena badannya hanya 1 gerbong.

Hampir satu jam ada di koridor luar bandara ini, finally! Setelah memempelajari seksama, peta bandara, akhirnya aku menemukan letak MRT. Berada di antara terminal 2 dan terminal 3. “Tinggal gimana caranya aku bisa sampe ke tkp ini.” Aku berpikir sambil menunjuk titik kordinat peta.

Secepat yang kubisa, segera kupelajari alurnya lalu mendapatkan caranya. Yoi donk! Ternyata, aku berada di terminal 1. Jadi, aku harus naik shuttle train untuk menuju terminal 2. Menunggu sekitar 3 menit, shuttle train ini benar-benar bergerak teratur tanpa driver. Datangnya setiap 4 menit sekali. Cool (menurutku) soalnya, di Indonesia kan ngga ada. Hehe.

menunggu shuttle train bandara Changi
 Sampai di terminal 2, aku ikut melangkah bersama orang-orang bule dan beberapa rombingan chinese dan India menuju pintu masuk. Daaaaan,…. Oh terminal 2 ini seperti Mall di Jakarta. Banyak café dan restaurant kelas eksekutif dan suhu di ruangan yang keliatan mewah ini, passs banget. Nggak gerah dan nggak terlalu dingin. Asik, seru.
Mengikuti petunjuk plang di bandara, aku harus turun escalator untuk mendapatkan station MRT. Saat turun, aku menemukan station yang mirip di dalam video yang pernah kutonton. Aku harus turun escalator sekali lagi. Nah…saat tiba di batas masuk station kuperhatikan… ketat juga pemeriksaan di stasiun meskipun tanpa penjaga. Yang ada hanyalah mesin buka-tutup otomatis.
Kutempelkan Card NETS-ku di mesin buka-tutup otomatis, …dan batas itu langsung terbuka. Bahkan terdapat detil sisa dollarku dalam Card di mini screen . Canggih! Aku segera masuk ke area station dan membaca peta MRT yang sudah kudapat dalam buku tripku.

Peta MRT Singapore

Aku menunggu di Line Hijau, ke arah Joo Koon. Menunggu hanya beberapa menit, MRT datang. Saat naik, aku sempat menertawakan diri sendiri bahwa daritadi aku menunggu benda ini selama 2 jam berkeliling Changi. Judulnya, “2 hours Lost In Changi”. Hahaha.

di MRT. Sssttt.
Begini toh rasanya naik MRT. Jauh lebih nyaman, daripada naik commuter line di Jakarta. Melewati beberapa terowongan dan melintasi pinggiran kota. Tampak gedung-gedung tingkat yang terlihat sederhana dari luar. Namun sungguh sedap dipandang karena tata kotanya yang rapi, bersih dan tertib.

dalamnya MRT begini. Tertib & Bersih
Akhirnya aku turun di shelter EW12 - Bugis.
Keluar dari MRT, bersama puluhan orang lainnya, kuikuti saja mereka sampai jalur keluar. Sekali lagi, ketemu sama pintu buka-tutup otomatis. Hmm, rupanya ini pemeriksaan ulang untuk memastikan penumpang sudah sampai tujuan, dan berapa dolar yang harus terpotong selama panjang perjalanan yang ditempuh. Tertib dan aman!
Eh, orang-orang di Singapore sini jalan langkahnya cepat semua. Settingan kakinya oke juga. Haha!

Sampai di luar, ini dia nih! Menurut buku, aku harus menyusuri Victoria street untuk bisa menemukan Bugis Street dan Masjid Sultan. Arah ke kanan dan ke kiri, adalah nama jalan yang sama yaitu Victoria street. Aku harus ke kanan atau ke kiri?


hayolooo... kanan atau kiri?
Karena niatku jalan-jalan, ya sudah kupikir jalan kaki pun masih oke. Aku memutuskan mengambil jalan ke kiri…jalan luruuuus terus memperhatikan sekitar. Takjub dengan traffic lamp yang mengatur lalu lalang kendaraan dan penyebarangan pejalan kaki. Kalau lampu traffic meminta kendaraan berjalan, tidak ada satu pejalan kakipun yang melanggar untuk menyebrang. Bahkan tidak juga melewati batas garis yang dibuat. 
Kalo buru-buru? 
Ya tetap harus-wajib menunggu! 
Bagoooss!

Aku melewati perpustakaan besar. Terus berjalan, lalu menyadari bahwa sepanjang berjalan di trotoar, tidak ada seorang pun yang merokok. Yang ada, beberapa orang duduk sambil merokok, di dekat tong sampah. Tidak sambil berjalan, apalagi buang puntung sembarangan.


Jalan aaaaaja teroooss

Sekian lama berjalan, hari semakin sore. Aku lapaaaarrrr. Dan nggak boleh telat makan paska sakit gejala tipes Maret lalu. Aku belum juga menemukan jalan menuju penginapanku. Kulirik jam, menunjukkan hampir jam 7 malam. Eh….malam? tapi masih terang. Jam 7 masih terang di Singapore. Hahaha. Baiklah… akhirnya aku bertanya pada segerombolan wanita muda. Kemana arah Arab street di dekat masjid Sultan.


ini tkp aku nyasar. Victoria street. hahaha


Mereka menjawab dengan ramah, bahwa aku berjalan melawan arah. Jadi, pada saat keluar pintu station MRT, aku seharusnya  mengambil arah ke kanan. Baiklah, aku memutar balik perjalanan di sepanjang Victoria Street.
Saat tiba di lampu merah, langit baru mulai gelap. 
Pas! lampu merah untuk pejalan kaki. 

Sambil menunggu, aku menghampiri dua gadis berkerudung yang tampak juga akan menyebrang. Aku bertanya lokasi dimana Arab street dan masjid Sultan. Dengan bersemangat, gadis Malaysia itu memberikan petunjuk. Dipikirnya pun, aku mencari masjid untuk sholat maghrib karena sama-sama berhijab. Lalu dia dan temannya menawarkan untuk jalan bersama, karena mereka hendak ke kampus yang jalannya melewati Arab street. 

Area Bugis Street
Tepat di sebelah area bugis street yang aku lewati sejak tadi. 
Sambil jalan, kami ngobrol tentang Singapore yang rapi dan Indonesia yang punya ragam budaya. Kami berpisah di depan jalan, passs jalan masuk Arab Street. 
Lambaian tangan berpisah dan salam terima kasih mengantarkan aku kembali menyusuri #ArabStreet sendirian.



Akhirnya aku menemukan Shophouse hostel yang sudah ku-booking. 
Sampai di Hostel, aku tinggal menunjukkan bukti pembayaran dari travel agent via Agoda. 
Benar-benar beres. 
Aku hanya diminta deposit SGD 10 sebagai jaminan turis asing, yang nantinya akan dikembalikan pada saat check-out hostel. Saat itu gadis bernama Grace yang mengantarkan aku sampai ke lantai 3. Dia membuka kamar, namun aku sempat bingung. Karena dia mengantarkanku ke  dorm 6.  Sedangkan aku memesan satu bed dalam female dorm 12. Setelah dia pergi untung saja aku segera sadar, bahwa ini bukan kamarku. Segera keluar, aku mencoba membuka pintu ruangan sebelah dengan kartu akses hostel. Saat kubuka, ada 12 dorm, dan nomor bed yang kumaksud pun kosong. Langsung saja aku menempatinya. Meletakkan tasku dalam loker, melepas sandal, lalu merebahkan diri di kasur.

Jaket kesayangan penyelamat 'last minute' di bandara Soetta

Suasana Kamar Dorm 12 yang kayak Asrama
Seorang ibu di sebelah bed-ku menyapa, “Halo.”
“Halo.” Balasku.
“Where do you from?” tanyanya dengan logat asing yang belum pernah kudengar sebelumnya. Perawakannya pun seperti orang Indonesia namun sedikit lebih sipit. Tidak tampak seperti Chinese juga. Akhirnya, berkenalanlah kami dan aku jadi tahu bahwa ibu tersebut sedang berlibur bersama seorang anak gadisnya dan seorang keponakan perempuannya selama enam hari di Singapura, baru hari ketiga, dan mereka berasal dari Filipina.

Keasikan ngobrol, aku melirik jam yang menunjukkan jam 9 lebih dan aku lapaaarrr. Aku permisi meninggalkan ibu tersebut, yang sampai saat ini lupa kutanya namanya. Aku pergi kuliner malam hari sendirian. Mampir ke mini market #711 (sevel.red) membeli beberapa cemilan agar tak telat makan dan minuman kalau haus dan malas keluar kamar.
Setelah itu, aku mampir ke warung makan India. Aku memesan nasi goreng, makanan yang kira-kira bisa diterima perutku yang mulai perih. Awalnya merasa aneh, karena warnanya begitu merah dan aromanya seperti full of rempah-rempah. Menyengat. Demi perut, harus dimakan. Kumakan, tanpa memesan air. Karena kurasa air yang tadi kubeli, cukup banyak. Rasanya… aneh, tapi lumayan. Harganya sekitar SGD 7.

Usai makan, aku kembali ke Hostel dan mencatat password wi-fi di lobby hostel agar bisa berkomunikasi dengan teman-temanku di Indonesia, Jakarta terutama. Malam ini, tepat jam 12, aku berulang tahun!

Setelah smartphone kembali punya signal, aku bersantai di bed-ku. Pegal rasanya kakiku…setelah berlari di Bandara Soetta, aku masih nyasar di Changi lalu masih nyasar lagi di Victoria Street. Orang oertama yang kuhubungi adalah Monique. Teman sekantorku dulu, kini dia adalah reporter ‘detik’ di Jakarta.  Dia yang menuntunku sebelum tiba di Changi. Karena dia yang sudah pengalaman ke Singapore lebih dulu.

Kuceritakan semua kejadian yang kualami sejak pagi… sampai sekitar jam 11 malam. Sampai ke toilet pun, ponsel kubawa bawa saking serunya bercerita. Oh iya, toiletnya lumayan bersih, seperti yang kulihat dalam gambar di internet. Ada kaca besar, ada juga setrikaan. Komplit.

Lalu, ponsel kutinggalkan tercharge, aku merapikan diri di kasur, mencari posisi pas untuk tidur. Tiba-tiba sms masuk. Kubaca dari Ibuku. 

Mommy -ku
Beliau mengucapkan ulangtahun. 
Belum jamnya, tapi dia tampak antusias.
Kalau cek pulsa, dia pasti kaget tiba-tiba pulsanya berkurang banyak karena roaming internasional. Beberapa menit kemudian, ponselku berdering. Ibuku nelpon rupanya. 
Yah mau gimana…terpaksa tidak kujawab. 
Selang beberapa menit kemudian, temanku 'Bahtiar' juga mencoba menelponku. 
Sama, tidak kujawab juga. 
Kasian kalau kuangkat teleponnya, bisa langsung habis pulsanya padahal baru bilang “Halo”. Maaf yaa. 

Apalagi niat liburan sendiri ini kan memang tidak menerima panggilan telepon dan membalas sms. Kalau chatting masih okelah… Path juga oke. 
Mengasingkan diri.


Ya, SELAMAT ULANG TAHUN NENO.
23 Mei 2014.
Singapore. Pkl 01.00 dini hari.

Let’s sleep, supaya jalan-jalan besok bisa fit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar