Satria, seorang pria yang bekerja sebagai staff officer di sebuah perusahaan IT. Rutinitasnya seperti yang terjadi secara umum, layaknya para pekerja di Ibukota. Datang ke kantor pukul 8.00 dan pulang kantor jam 17.00. Dan hari ini, bosnya meminta dia untuk menyerahkan laporan bulanan, sebelum jam kantor bubar.
Sore itu, Satria yang sedang
serius mengerjakan pekerjaannya di depan layar komputer, tiba-tiba ponselnya
bergetar. Cukup lama dia baru menyadari bahwa telepon genggamnya berbunyi di
samping keyboard. Dia menoleh dan terpaku pada ponselnya yang berbunyi itu. Deg
deg deg. Jantungnya berdebar sedikit lebih kuat dari biasanya. Dia menoleh ke
sekitar ruangan kantornya sejenak, untuk memastikan, tidak ada yang
memperhatikannya.
Satria kemudian mengangkat dan
langsung menjawab panggilan itu. Mendengarkan dengan seksama, sambil menatapi
layar komputer. Dia diminta oleh seseorang untuk bertemu di suatu tempat, tepat
pukul 19.00. Nafas Satria tampak berat, namun dia berusaha tenang. Lantas
setelah menyepakati waktu tersebut, Satria menutup sambungan selular. Dia
melirik jam yang sudah menunjukkan pukul 16.00. Namun, pekerjaannya belum
selesai. Dilonggarkannya kancing kemejanya, lalu berusaha secepat mungkin
menyelesaikan pekerjaannya.
Baru beberapa menit, beberapa
teman sekantornya, meminta bantuannya untuk mencari file yang terselip di
beberapa map di dekat meja Satria. Dia menolong, namun hatinya gelisah. Terus
melirik jam yang sudah menunjukkan pukul 16.30. Dia tertegun, karena
pekerjaannya pun belum selesai. Beberapa saat kemudian, temannya girang karena
fila yang mereka cari sudah ditemukan. Satria bernafas sedikit lega, lalu
buru-buru kembali ke meja kerja dan melanjutkan tugasnya. Dia berkonsenterasi
lagi, karena waktu terus bergulir dan terasa bergerak cepat.
Satria mengirim email laporan,
tepat pukul 17.00. Lalu beranjak pergi untuk mengambil mobil di parkiran
kantor. Namun, saat di lift, antrian cukup panjang dan lift masih jauh dari
lantai kerjanya. Dia kembali melirik jam yang jarum panjangnya sudah sampai di
angka 2. Dia memutuskan untuk menuruni tangga darurat. Secepatnya, dia ingin
tiba di mobil dan bergegas meninggalkan area kantor. Karena, jam segini adalah
jam padat se-Jakarta. Dia berlari melompati beberapa anak tangga sekaligus,
hingga tiba di mobil.
Sampai di mobil, dia melirik
kotak hitam persegi panjang yang berada di jok belakang. Jantungnya berdebar
lagi tidak karuan. Dia segera keluar dari parkiran, namun saat di pintu keluar,
dia masih harus antri dengan mobil lainnya yang sudah berada lebih dulu di
depan. Kembali dia melirik jam yang sudah menunjukkan pukul 17.30.
Akhirnya, Satria pun bisa keluar
dari area kantor. Dia berusaha melesat dan beberapa kali menyalip di jalanan,
namun tetap terjebak macet juga. Polisi sudah berjaga di beberapa ruas jalan.
Dia melirik kotak hitam di jok belakang mobilnya, dari balik spion. Sudah lebih
dari 10 menit, mobil tak bergerak maju. Polisi tampak sibuk mememeriksa
beberapa kendaraan yang melintas. Satria semakin gelisah. Dia berakal,
meminggirkan mobilnya di dekat warung.
Dia mengambil kotak hitam di jok
belakang, lalu bergegas keluar dari mobil. Sempat diliriknya jam yang sudah
menunjukkan pukul 18.10. Dia segera berlari. Kakinya dikayuh sejauh dan sekuat
energi yang dia bisa. Lalu terdengar suara seorang laki-laki berteriak, “Bang
Sat!” dia menoleh terkejut. Kawan kantornya, Todi, yang masih junior lewat
dengan motor bututnya.
Satria segera menghampirinya,
untuk meminta temannya mengantar dia ke tempat tujuan. Todi dengan senang hati
membonceng Satria. Dia terus mengoceh dengan logat Ambonnya, tidak menyadari
bahwa motornya berjalan sangat lambat. Satria semakin stress saat melirik jam
sudah menunjukkan pukul 18.30. Saat lampu merah, Satria turun dari motor
sembari pamit pada Todi. Dia berlari lagi, menyalip beberapa motor dan mobil
yang berlalu lalang di jalan. Kotak hitam itu masih digenggamnya erat. Beberapa
kali hampir terjatuh karena lubang besar di trotoar jalan. Namun Satria tak
putus asa. Dia terus belari. Ponselnya berbunyi di kantong celana, dia berusaha
menjawab, namun sebelah kakinya masuk ke dalam lubang. Masih dengan semangat
45, Satria segera menjawab telepon meskipun kaki sebelahnya masuk ke dalam
galian jalan. “Sebentar lagi, sebentar.” Satria menutup telepon dan bangkit.
Meskipun kakinya sakit dan celana juga bajunya kotor, dia kembali berlari
karena waktu sudah terbuang beberapa menit. Sepuluh menit lagi, waktu yang
sudah disepakati tiba.
Satria masuk ke dalam bioskop,
namun Security menahannya karena gelagatnya yang mencurigakan, berlari membawa
kotak misterius di tangannya. Ponselnya berbunyi, namun belum sempat
diangkatnya panggilnya itu putus karena baterainya habis. Satria nyaris putus
asa, karena sudah pukul 19.00. Usai diperiksa dan ditanya-tanya keamanan,
Satria segera berlari lagi. Dia melihat sosok wanita yang berjalan keluar.
Dihampirinya dengan sisa tenaganya berlari.
Dengan nafas tersengal, Satria
berhenti di depan wanita itu. “Saya sudah janji nggak akan terlambat lagi. Kali
ini saya bener-bener mau ngebuktiin kalo saya bisa melakukan yang terbaik buat
kamu,” Satria terus bicara, hingga dia tidak kuat lagi menahan getar dengkulnya
yang lelah. Dia bersimpuh dan membuka kotak di tangannya. Dia memberikan
setangkai mawar dan sebuah cincin. Wanita itu tersenyum senang, “Saya tahu,”
ujarnya, lalu menunjukkan tiket bioskop yang menunjukkan pemutaran film pada
pukul 20.00.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar