22 Mei 2014.
Jadwal yang sudah kuestimasi, begini…
Jam 1.30 pesawat boarding. Otomatis aku harus tiba di
bandara sekitar 1,5 jam sebelumnya, which is jam 11.30. Yang artinya, aku harus
jalan 1,5 jam sebelum tiba di bandara. Everybody knows! Jakarta macet ya kaaaan. Berarti aku
benar-benar harus start di jam 9 pagi. Apalagi, rencananya aku benar-benar niat
untuk backpacker. Mendapatkan cara traveling dengan budget seminim mungkin.
Naik Transjakarta disambung bus DAMRI adalah tujuan utamaku.
Hhhh, rupanya estimasi hanyalah prediksi belaka. Aku
terjebak dalam hitungan estimasiku sendiri.
Jam 9 pagi, aku baru keluar dari kos, menuju kantor,
yang berjarak 5 menit. Di kantor ada beberapa tugas yang harus aku pindah
tangankan sementara kalau ada kebutuhan mendadak. It called "Back Up" to other
friend.
Sampai di kantor, bapak produser yang sedang
mengerjakan tugas pengambilan VT, meminta bantuan untuk take atmosphere suara
tawa audience. Aku diminta ikut sebentar di dalamnya. Yang ternyata harus di
take beberapa kali. Tidak cukup 10 menit tentunya. Berkali-kali kulirik jam
tangan…waktu terus berjalan. Beberapa menit kemudian baru aku bisa menyerahkan
beberapa file untuk take over kepada rekan kerjaku. Akhirnya 30 menit waktuku
terbuang di ruang kerja.
Maka, segera aku mempercepat langkah ke shelter busway
di Permata Hijau menuju shelter lebak bulus. Oooh maaan…dugaanku tepat. Jakarta
macet, tapi kali itu lebih macet daripada sebelumnya. Aaaarrrkkk!!! Ingin
teriak pastinya.
Sampai di Lebak Bulus, pukul sekitar 11.30. Oh, My,
God! Jauuuh di luar estimasi. Tapi aku tetap harus tenang. Sempat terlintas
untuk ngebut naik ojek saja sampai ke bandara. Ah, I won’t give up!
Aku kembali ke niat awal. Maka, langkahku tetap
berjalan mencari pool DAMRI. Ketemu, setelah berjalan sekitar 5 menit! Maka
naiklah aku ke bus yang sudah standby di barisan paling depan. Kulirik jam,
yang menunjukkan pukul 12 kurang 5 menit. APAAA? Bus ini belum juga jalan.
Ngetem coooy! Bah! Jadi makin hauuusss…
Beli lah aku sebotol aqua dan dua teh kotak. Rencananya satu teh kotak
dan sebotol aqua ini, kuminum nanti saat di bandara sambil menunggu boarding. Kusimpan
di dalam tas daypack, lantas kugembok! Jadi kuminum satu kotak teh saja.
Akhirnya bus jalan, sepuluh menit kemudian.
Masih…Jakarta masih juara macetnya! Jam 12.30…bahkan bus belum juga masuk ke
dalam tol! Gooood… berserah diri sajalah aku. Pasrah! Jam segini…seharusnya aku
sudah check-in dan duduk manis di ruang tunggu. Tapi…AKU MASIH DI SINI. Duduk
cemas di dalam bus yang masih harus beberapa kali berhenti karena jalanan
macet. Sepuluh menit kemudian, akhirnya bus yang menampung lebih dari 40 orang
ini MASUK TOL. Ahhh! Aku melirik jam yang jarum panjangnya nyaris menyentuh
angka 9. Sungguh kupasrahkan liburanku kali ini pada Tuhan.
40 menit kemudian, Bus sudah masuk ke kawasan Bandara.
Aku melirik jam yang sudah mendekati jam boarding. Seperti biasa, masih harus
keliling di terminal Cargo. Sedangkan waktu terus berjalan. Sampailah aku di
terminal 3, sepuluh menit kemudian. Benar-benar tinggal 2 menit lagi. Dalam
hati aku sudah menyerah, tapi langkah kakinya semakin cepat, nyaris berlari.
“Kalau memang harus batal untuk tahun ini, ya sudahlah.
Ah! Tapi penginapanku yang sudah susah payah kudapat bagaimana? Bodo amat sama
dollar, bisa ditukar lagi… Tapi hostel kan enggak… aduh!”
Datang dengan napas terengah-engah ke counter Air Asia.
Aku langsung menyerahkan tiket.
“Ke Singapur, mba.” Kubilang, sambil mengatur napas.
Si petugas (sebut saja ‘mba cantik’) langsung sigap
menginput dataku ke dalam sistem komputer mereka. Sedangkan ada petugas lain
(laki-laki) yang sudah siap mengantarku
untuk melewati kerumunan orang. Sambil menunggu, mba cantik yang menginput data
itu selesai, aku menyiapkan uang boarding pass sebesar Rp 150.000. Mba cantik
segera mengetik dengan cepat namun tiba-tiba dia berkata. “Offline.”
Terbelalak rasanya mataku. Lalu dia bicara dengan
beberapa petugas Air Asia lainnya untuk membantunya menghubungi petugas di
dalam pesawat melalui HT. Sementara dia sendiri berusaha untuk menelepon.
“Tangganya sudah ditarik ya?”
Whattt?? Sekelebat aku teringat kejadian tahun 2008
yang mengingatkan aku, pernah ketinggalan pesawat di Bandara Adi Sucipto di
Jogja. Agak dilematis, karena aku justru asik nongkrong dan tidak mendengar
panggilan keberangkatan.
Seorang petugas laki-laki yang berhaga di area counter
pun kudengar bicara di HT, “Tolong jangan ditarik dulu tangganya, Ada satu
penumpang yang baru check-in. Penumpang terakhir. Tunggu sebentar.” Itu semakin
membuatku panic, tapi bersemangat. Artinya ada harapan!
Mba cantik itu tampak
bernegosiasi. “Iya seharusnya penumpang ini masih bisa check in. Semua data
sudah saya input, tinggal enter malah sudah di offline. Masih ada setengah menit.
Oke, tolong dibuka lagi, ya. Untuk satu penumpang terakhir tujuan Singapura.” ujarnya
agak tegas.
Aku memandanginya terpaku, dalam hati berharap bahwa
semua rencanaku tetap berjalan sesuai harapan.
“Oke, sudah online lagi.” Mba
cantik spontan mengkroscek semua dataku, dan kubenarkan, lantas dia meng-enter
ke dalam system lalu berkata, “Sudah. Mba bisa masuk sekarang, lebih cepat ya.
Sudah ditunggu.” Sambil mengembalikan tiketku.
Petugas laki-laki itu mengawalku dengan langkah
terburu-buru sambil memintaku berlari. “Lari aja mba, supaya lebih cepat. Nanti
naik ke escalator, langsung pemeriksaan imigrasi ya.” Katanya. Maka aku
langsung berlari mengikuti arahan yang ditunjuknya. Seperti di film-film drama.
Lari-lari di dalam bandara!
Dia meninggalkan aku saat tiba di escalator. Di tangga
berjalan itu pun, kakiku ikut melangkah naik supaya lebih cepat sampai.
Tiba di imigrasi, aku masih masuk ke dalam antrian yang
isinya beberapa orang bule, perawakan arab, ada juga yang oriental chinese. Aku
melirik jam lagi. Kecemasanku meningkat belipat-lipat. Beberapa menit kemudian,
tibalah giliranku menjalani pemeriksaan imigrasi. Kuserahkan pasporku. Lalu
petugas imigrasi itu bertanya-tanya soal tujuanku, berapa lama dan bersama
siapa. Aku menjawab sesantai mungkin dan tidak menunjukkan kepanikanku soal
segera ketinggalan pesawat. Lantas petugas imigrasi terus bertanya.
“Kamu asli Balikpapan?” tanya laki-laki itu.
“Iya. Paspornya kan buatnya di Balikpapan.” Jawabku
santai.
“Balikpapan apa kabar? Masih bersih? Masih banyak
kilangnya?” tanyanya lagi
Aku agak mengerutkan kening. “Ya Balikpapan baik-baik
aja, pak. Ya pastinya kilang masih ada selama masih ada kantor Pertamina di
sana.” Jawabku.
“Saya juga aslinya Balikpapan. Cuma sudah lama nggak
pulang ke Balikpapan. Sudah hampir sepuluh tahun di Jakarta.” Katanya.
Aku tercengang sementara, spontan aku bolak-balik
melirik jam tangan. “Saya juga sudah
lama nggak pulang ke Balikpapan, Pak.” Dalam hati, aku sudah ngomel “Duh
paaaak, nggak pentiiing! Saya telaaat!”
Dia tersenyum lalu mengecap pasporku, kemudian
mengembalikannya padaku. “Selamat berlibur.”
“Ya, Pak. Makasih.” Sigap aku mengambil paspor dan
kembali mengantri untuk pemeriksaan scan fisik.
Tinggal antrian satu orang lagi, tiba-tiba petugas scan
dihubungi melalui HT. Aku bisa mendengar suara di HT itu berkata. “Penumpang
terakhir Air Asia, perempuan muda, pakai jaket hijau, sudah sampai di mana?”
aku merasa. Jelas, aku pakai jaket hijau dan akulah penumpang terakhir tujuan
Singapura siang itu.
Lalu petugas scan itu sadar dengan kehadiranku dan
membuka jalur untukku supaya langsung diperiksa. Jalur express namanya!
Saat
pemeriksaan yang terburu-buru itu, tiba-tiba tasku berbunyi.
Astaga!
Apalagi??!!
Petugas keamanan langsung menghampiriku. “Tolong buka
tas nya, bu.” Ujarnya.
Aku segera mencari gembok yang kuselipkan di dalam
kantong, membuka tas ranselku secepat yang kubisa. Sementara panggilan dari HT
terdengar tak sabar menunggu ketibaanku di pintu pesawat. “Satu menit. Sedang
pemeriksaan tas, sesnsor bunyi. Mungkin cairan.” Jawab security wanita itu.
Setelah gembok ranselku terbuka, mereka langsung
merampas teh kotak dan botol aqua-ku! Ah Shit! Gara-gara dua minuman ini toh!
“Ya, ya, ya oke.” Sembari aku mencari cairan-cairan lain yang lebih dari 100ml.
Selang beberapa detik, dua orang petugas bandara yang
tampak senior muncul dari arah depan, bicara di HT. “Sudah ketemu. Iya, jaket
hijau. Sudah selesai pemeriksaan. Menuju shuttle bus.” Kata satu di antaranya
saat aku menoleh pada mereka.
Sementara bapak yang satu lagi menyapaku. “Tujuan #Singapura
ya, bu. Sudah ditunggu shuttle bus di bawah.” ujarnya.
“Langsung lari aja, bu.” Petugas yang memeriksaku tadi
menyahut.
“Oke.” Sambil berlari, aku menutup ranselku. But,
heeey… Aku belum pernah keliaran di terminal 3 ini. Kalaupun sering keliaran,
paling-paling diterminal 1, karena itu jalurku pulang kampung. “Lewat mana?” tanyaku sambil berlari.
“Hati-hati larinya, bu. Lurus terus, nanti ada
escalator turun ke bawah, sudah ada bus yang menunggu di sana.” jawab petugas
senior itu.
“Oke, pak. Terima Kasih.” Kataku sambil terus berlari.
Aku berlari secepat dan sekuat yang kubisa. Makin haus aku dibuatnya! Minumanku
direbut pula! Alamak! Pokoknya yang kutahu saat itu, aku harus berlari dan
terus berlari, seperti adegan dalam film-film drama action. Sempat terlintas
dibenakku, “Berita bagusnya, ternyata terminal 3 ini gede juga ya!”
Oke sip, aku menemukan escalator menurun dan langsung
menemukan shuttle bus #AirAsia. Tanpa
pikir panjang, aku langsung masuk dan bus segera berjalan. Aku adalah
satu-satunya penumpang dalam bus! Rasanya dari awal sampai tiba di bus ini,
seperti VIP jalur khusus. Hahaha…aduuh, maaf jadi merepotkan banyak
petugas di bandara, ya mba mas pak bu.
Saya terima kasih banyak!
Bus berhenti tepat di depan pesawat parkir. Aku segera
keluar, tak lupa mengucapkan terima kasih pada driver shuttle bus. “Makasih
Paaak,” ujarku sambil melangkah keluar dan kembali berlari menuju tangga
sebelum benar-benar ditarik dari pintu pesawat.
|
Alhamdulillah, liburanku masih bisa dilanjutkan! |
Saat petugas yang berjaga di bawah tangga melihatku,
dia langsung bicara di HT. “Penumpang terkahir, Jaket hijau, sudah sampai. Oke,
aman.” lapornya.
Sambil menaiki tangga dengan langkah cepat, kusampaikan
terima kasih pada petugas-petugas #AirAsia itu. Tiba di dalam pesawat, kutoleh
sebentar pintu di sebelahku. Ya, tangga pesawat itu, akhirnya benar-benar
ditarik menjauh dari badan pesawat.
Alhamdulillah, liburanku masih bisa
dilanjutkan!
Satu hal yang kuinginkan saat tiba di seat-ku, adalah
membeli air minum. Hausnya bukan main, akibat berlarian di bandara. You know
ya, jualan di dalam pesawat itu mahalnya segimana. Beli aqua botol
keccciiillll, 10ribu!