23 Mei 2014.
Bangun tidur, say hello dulu sama Keluarga Filipina di
sebelah kasurku…
Beranjak mandi dan berniat untuk leha-leha di hostel.
Selesai Mandi, saat aku hendak dandan, kusadari bahwa ada seorang gadis
berhijab yang bednya tepat di samping pintu dorm. Dia sedang asik membaca peta.
Aku menghampirinya. Berharap dia adalah orang Indonesia, karena sudah sejak
kemarin aku tidak menemukan orang Indonesia di Singapore ini.
Ketika dia menjawab, dia berbahasa Indonesia dan (sama)
dari Jakarta pula. Nah! Ngobrol sebentar, akhirnya kami memutuskan untuk
jalan-jalan berdua. Aku yang tadinya cuma mau iseng ke Marina Bay untuk melihat
patung #Merlion, malah jadi punya tambahan alternative lain, karena dia
mengahakku jalan-jalan. Baiklah... Let’s go, girl!
Karena terburu-burunya, aku sampai tak sempat leha-leha
sarapan dan ngopi di roof top. Tak apa, kami segera meninggalkan hostel dan mulai
berfoto-foto sepanjang perjalanan. Kami naik MRT menuju vivo city. Dari vivo
city, kami melanjutkan perjalanan naik bus. Dia mengajakku ke Henderson waves. Jembatan
gantung yang sangat tinggi. Tempat yang sangat cocok untuk melakukan photo
pre-wedding. Viewnya bagus.
di Depan mall Vivo untuk transit Bus |
harus naik anak tangga ini dulu baru. tinggiii... |
biar kayak di luar negri gitu. haha. |
Ini istirahat dulu. setelah naik tangga...capek. |
Sebelum liat waves benerannya, foto dulu sama Judulnya |
asri & sejuk |
nah...itu Henderson Wavesnya di belakang |
Ini dia Herderson Waves yang keren |
View dari Henderson Waves |
View (sisi sebelah) dari Henderson Waves |
Henderson Waves yang bersih |
View nya yang bagus dari atas |
Tadinya pengen banget naik kereta gantungnya. Sayangnya itu harus menempuh jalan kaki lagi, sedangkan awan tiba-tiba mendung. Peraturan utamanya, kalau mendung atau malah hujan, tidak boleh berada di area #HendersonWaves. Makanya kami langsung berlalri pulang. Hahaha.
It was fun.
Benar, saat kembali ke vivo city naik bus, hujan turun
dan jam menunjukan waktunya makan siang. Tepat sekali, kami berhenti di halte
area kuliner, tepat di seberang vivo city. Maka kami memutuskan untuk ngaso
dulu, karena hujan cukup lebat.
Hhh, banyak makanan memang…tapi ya Everybody Knows
bahwa tidak semua bisa dimakan oleh para muslim seperti kami. Kami berkeliling
mencari makanan yang pas dimakan kala hujan, seperti kita keliling di area food
court saja. Hehe.
Aku belum punya pilihan untuk makan siang, karena banyak sekali
menu yang kuduga mengandung (daging) babi. Maka aku lebih waspada dan
berhati-hati juga dengan budget di kantong. Gadis itu (Lagi-lagi aku lupa namanya)
bilang, dia ingin sekali makan mie kuah panas yang ‘ngebul’. Lalu dia tertarik
pada antrian panjang orang yang makan mie bersama potongan daging bersaus
kental merah. Nikmat? Ya sepertinya begitu. Aku pun menemaninya, masuk ke dalam
antrian. Kupikir, tidak ada salahnya juga mencoba kuliner yang belum tentu
kutemukan di Jakarta. Sambil ngantri kami ngobrol, setelah makan ini kemana,
tiba-tiba seorang bapak menghampiri kami. Bapak itu bertanya pada gadis di
sebelahku ini. “Kalian dari mana?” gadis itu menjawab, kami berdua dari
Indonesia. Lalu bapak itu berkata lagi, “Makanan yang di sini tidak boleh
kalian makan. Apalagi kalian muslim, berhijab.”
- Dharrr!! Kemudian bapak itu mengucapkan salam dan pergi begitu saja.
Aku dan gadis itu saling pandang, lalu sama-sama
melihat antrian paling depan, mengamati seksama lagi menu utamanya. Memang tidak
dikatakan langsung tidak halal, tapi dengan tulisan berbahasa cina nya dan
bentuk daging yang tampak asing bagi kami itulah yang akhirnya menguatkan
asumsi kami, bahwa semua makanan dalam antrian ini mengandung babi. Dan kami
memang harus pergi dari area ini.
Sambil menahan tawa, kami duduk di meja dan memesan
minuman teh tarik. Enak loh, mungkin karena letaknya di Singapore aja kali ya maka
nya enak, haha. Sambil ngobrol lagi, kami sangat yakin bahwa kami kelaparan,
akhirnya kami bergantian untuk mencari makanan pilihan masing-masing. Dia memesan
nasi goreng berbumbu merah. Persis, seperti yang kumakan saat tiba di Negara ini
semalam. Dan aku tidak begitu suka.
Akhirnya aku melirik kios makanan milik orang Pakistan.
Sepertinya muslim…iya lah, bapak itu tampak berbaju gamis dan menggunakan peci
di kepala. Judul menu kiosnya pun bertuliskan bahasa arab. Aku pesan sop iga. Kental
dagingnya lumayan banyak. Sebelum kutanya, bapak itu bilang. “Ini halal, daging
sapi.” Aku tertawa, “Thank you sir, I believe on you.” Sambil meracik, si bapak
mencoba bertanya-tanya padaku, ramah sekali. “Dari mana?” tanyanya menggunakan
bahasa melayu, namun tetap dengan logat timur tengah. “I am Indonesian.” jawabku.
Dia menatapku sebentar lalu tertawa, “Banyak wanita cantik di Indonesia. Termasuk
kamu, nak.” ujarnya dengan bahasa inggris. Aku tertawa lagi. Setelah jadi aku
bertanya, tidakkah kiosnya punya nasi? Atau karbohidrat yang lain? Lalu bapak
itu menawarkan aku, “Roti? Mau? Ini enak. Kamu pasti suka.” Dia langsung memotong
roti kering (bukan roti cane) dan diletakannya di piring kecil. Tadinya aku
hanya mau sedikit saja, 3 atau potongan
kecil saja, namun ditambahkannya jadi banyak. Entah jadi berapa. Katanya “Bonus”. Hahaha. Baik sekali Bapak itu. Akhirnya aku
membagi makananku pada gadis yang bersamaku. Ah sebut saja Aisa ya. Haha. Dia juga
bingung, ada sop iga…makannya pakai roti kering. Enak juga, kata kami.
Hujan reda, kami memutuskan untuk melanjutkan
perjalanan ke Chinatown, naik MRT. Saat di dalam station train, rupanya isi di
dalam NETS-ku tidak cukup, sehingga pintu buka-tutup otomatis itu tidak mau
terbuka. Aisa menawarkan Ez-Link nya agar aku bisa masuk, tapi sayangnya si
pintu otomatis itu hanya melayani 1 kali buka tutup. Benar saja, karena itu
akan kontiniti sampai ke station tujuan baru bisa saldonya terpotong otomatis. Keren.
Traffic seperti yang sangat perlu diterapkan di Jakarta, bahkan di seluruh kita
di Indonesia. Alhasil, aku harus me-refill NETS card untuk melanjutkan
perjalanan. Refill nya di mana? Gampang…bentuknya seperti mesin atm, letaknya
di pinggir koridor. Petunjuk pengisiannya juga mudah seperti kita beli minuman
kulkas di pinggir jalan. Uangnya kertasnya jangan lecek. Hehe.
Kami pun berangkat, sampai ke #Chinatown. Saat tiba,
suasananya seperti mendadak tiba di Negara China. Wajah oriental bertaburan di
sini. Banyak ornamen berwarna merah-kuning, lampion yang tergantung cantik di
langit-langit, gambar barongsai juga kuda panglima perang.
baru sampe dari MRT ChinaTown |
pemandangannya bagus |
Ornamen Chinese-nya seru |
gaya dulu di depan Station MRT |
China Town's View |
Kami putuskan untuk memulai hunting oleh-oleh. Banyak
sekali pernak-pernik yang bagus dan unik. Kalau tidak berhati-hati menghitung
budget, bisa lupa diri. Hahaha.
Dan aku berusaha mendisiplinkan diri untuk
tidak membeli barang-barang yang tidak perlu. Hanya membeli beberapa T-Shirt
Singapore, Tas tangan dan boneka Merlion Singapore (untuk Ajun, keponakanku)
untuk oleh-oleh.
Lalu kami jalan-jalan lagi menyusuri Chinatown. Banyak makanan yang sangat menggugah lidah. Ada juga makanan kering yang bisa dijadikan oleh-oleh. Kopi dan teh nya juga cukup menggida saat tak sengaja kami melihat antrian orang memesan. Lalu kami teringat kejadian makan siang tadi. Bukan area aman…haha.
Lalu kami jalan-jalan lagi menyusuri Chinatown. Banyak makanan yang sangat menggugah lidah. Ada juga makanan kering yang bisa dijadikan oleh-oleh. Kopi dan teh nya juga cukup menggida saat tak sengaja kami melihat antrian orang memesan. Lalu kami teringat kejadian makan siang tadi. Bukan area aman…haha.
Hari hampir sore, sementara masih ada beberapa tempat
yang ingin sekali dikunjunginya. Apalagi aku yang tujuan utamanya adalah Patung
Merlion di Marina Bay. Maka kami memutuskan “geser” ke Little India. Hihi.
Lagi, naik MRT. Kami menuju #LittleIndia, mencari candi yang bentuknya unik dan niat berfoto. Sampai lah…
Lagi, naik MRT. Kami menuju #LittleIndia, mencari candi yang bentuknya unik dan niat berfoto. Sampai lah…
Menunggu MRT |
Sekitar station MRT Little India |
Aww. Shahrukh Khan... cakep. |
Suasananya sangat berbeda dengan Chinatown. Bertaburan wajah-wajah
hitam manis India di sini. Hahaha, yaiyyalaaah... kami jalan kaki menyusuri
pasar dan mencoba membuka peta lagi. Lalu ada sepasang suami istri menghampiri
kami. Yang istri berhijab panjang dan suaminya berbaju koko. Suaminya bule,
rambutnya blonde dan tampak seperti mualaf, karena tidak bisa
berbahasa Indonesia seperti bahasa Istrinya. Sang istri menanyakan alamat pada kami, namun kami tidak tahu persis bagaimana caranya sampai ke tujuan yang dia maksud. Akhirnya kami sama-sama membaca maps. Setelah itu, mereka pun mau mencoba. Haha, muda sekali pasangan suami istri ini. Seperti pengantin baru, jadi pengen. Hahaha. Kami berpisah dengan mereka.
berbahasa Indonesia seperti bahasa Istrinya. Sang istri menanyakan alamat pada kami, namun kami tidak tahu persis bagaimana caranya sampai ke tujuan yang dia maksud. Akhirnya kami sama-sama membaca maps. Setelah itu, mereka pun mau mencoba. Haha, muda sekali pasangan suami istri ini. Seperti pengantin baru, jadi pengen. Hahaha. Kami berpisah dengan mereka.
Aku dan Aisa jalan-jalan lagi, mencari
lokasi candi itu. Setelah berkeliling, tidak ketemu juga. Hhh seperti belum
berjodoh untuk berfoto. Baiklah, kami pun memutuskan untuk “geser” lagi.
Sambil nunggu MRT, foto dulu! |
Nunggu MRT datang, gaya baca-baca dulu |
Akhirnya, kami menuju Marina Bay.
Lumayan jauh juga perjalanannya. Hehe. Karena setelah
turun dari MRT, kami harus jalan kaki keluar gedung, lalu jalan kaki lagi
menyusuri sungai, lewatin hotel mewah “Fullerton”, lalu jalan kaki lagi masuk ke dalam
terowongan, lalu jalan kaki lagi di sepanjang area bawah jembatan, lalu naik
tangga…jalan kaki lagi baru kami bisa benar-benar menemukan patung Merlion. Kami
tetap harus turun tangga lagi dan jalan kaki lagi. Capek…tapi terbayar. Ramai sekali.
Ratusan orang tampak niat berfoto dengan latar belakang merlion ini, termasuk
aku dan Aisa.
kayak di pinggiran Italia nih. bagus view nya |
ini peninggalan sejarah dibangunnya Singapore, katanya |
ini juga jembatan bersejarah, katanya |
"Dasar anak-anak..," -haha |
ini sepenggal cerita tentang Singapore |
Jalan kaki, makin pengen cepat sampe ke Marina Bay |
Fullerton Hotel yang terkenal megahnya |
Makin dekeeeet... |
Kapaaaan Indonesia bisa rapi begini ya |
sedikit lagi sampeee .... |
Esplanade yang biasa buat konser itu loooh. Kayak Duren montong |
keliatan...keliatan |
bagus tanamannya. supaya ngga gersang jalanannya |
Hai ... Merlion! |
foto dulu, supaya ngga hoax |
akhirnya sampe juga ... |
foto terus begini ,,, sempet ketemu Billy (adeknya Olga) |
Aku di Singapore, ayah ... |
Aku di Singapore, Ibu ... |
ini dia yang menemani aku di Singapore |
ini toooh Marina Bay |
Kios Candy & Chocolate |
Setelah puas berfoto, kurasa sudah cukup. Jadi, mau diajak pulang pun…aku setuju. Mau diajak jalan lagi pun aku setuju. Yang jelas, aku lapar. Haha. Dalam perjalanan pulang, aku melihat kios cokelat and candy, jadi aku mampir untuk beli oleh-oleh dibawa pulang besok. Kami berdiskusi sebentar. Aisa bilang, dia masih ingin naik sight seeing, roda berputar untuk melihat Singapore dari ketinggian. Dan itu memakan SGD 30. Dia mengajakku, tapi aku menolaknya. Maka, aku bilang padanya… naiklah sendiri, aku tunggu di bawah. Dia menyetujui keputusanku. Maka kami janjian untuk ketemu lagi di pinggir river.
Di sini aku merenung, berdoa, bersyukur di hari ulang tahunku |
Hari pun gelap. Aku duduk sendirian. Memandangi Marina Bay...Sungainya dan bias cahaya di air…bangunan kapal yang tinggi itu, lampi-lampu yang mulai dinyalakan dan patung merlion dari kejauhan. Terdengar alunan musik live performance di setiap sudut. Dan tiba-tiba aku merasa di sini menjadi tempat paling indah sepanjang hidupku. Ya, ini adalah hari ulang tahunku. 23 Mei yang ke 27 kalinya. Airmataku sempat menetes saat kuingat almarhum Ayahku. Semoga beliau turut merasakan kebahagiaanku saat duduk merenung di sini.
Tahun 2014 ini, adalah ulang tahun terindah yang pernah
kubuat untuk diriku sendiri.
Ulang tahun tanpa siapa-siapa.
Tidak ada
orangtua yang mendampingiku, tidak ada lawan yang mengusikku, tidak juga ada
sahabat yang bergandeng tangan bersamaku.
Ini yang
kuinginkan untuk saat ini.
Menyepi.
Menikmati hari ulang tahun, mandiri, sendiri.
Tidak ada rasa takut, tidak juga rasa kesepian.
Aku bisa berbincang dalam kesunyian hati, mengadu pada
Tuhan dan Malaikat, di bawah langit bertabur bintang, di tengah keterasingan,
khidmat bersyukur kepada Allah swt, bahwa aku masih bisa berdiri tegak, meski
ujian hidup berkali-kali menggodaku untuk mati tersungkur.
Menyerah tidak boleh semudah itu. Semakin kuat angin berusaha
menjatuhkan, maka semakin kencang tawa yang wajib kubuat.
Karena, di balik badai yang diberikan Tuhan dalam
hidupmu, pasti ada ajaran hidup bahwa kita tidak boleh menyerah begotu saja.
Tuhan menyiapkan “hadiah” dari setiap ujian yang diberikanNya.
Sekali lagi. Selamat Ulang Tahun, Neno.
Salam rindu kutitip lewat angin, kepada orang-orang
yang kusayang.
###
Nyaris dua jam kemudian, Aisa pun kembali. Kami menuju
jalan pulang ke hostel, berniat makan malam. Kami tiba di station Bugis. Lalu,
kami mampir ke pasar oleh-oleh mengingat aku harus kembali ke Tanah Air besok
siang. Aku membeli cokelat kiloan. Dan kulihat Aisa ingin sekali membeli
makanan ringan sejenis D’crepes. Sambil bercanda, kubilang padanya “Yailah…kayak
gituan, pulang aja ke Jakarta.” Lalu kami tertawa dan melanjutkan “Liat-liat”. Aku
sungguh lapar, tiba-tiba ingin sekali mengantri di sate sosis yang dibakar. Saat
mengantri, tiba-tiba Aisa bilang, “Yailah…tempura gituan, pulang aja ke Jakarta.”
–Hahahhaha. Baiklah kami menjauh. Kami memang berniat, tidak membeli makanan
yang bisa kami temukan di Jakarta. Maka, kami pun melanjutkan jalan pulang ke
hostel. Kami hanya meletakkan tas dan barang belanjaan di bed, lalu keluar
lagi.
Kami putuskan untuk makan di dekat area hostel. Aku
penasaran bagaimana rasanya Laksa Singapura, sementara Aisa memesan nasi…apa
ya, aku lupa. Pokoknya kami makan enak dan tetap hemat.
Image
Aisa mengajakku jalan-kalan besok di Haji Lane dan
Orchard. Tapi aku nggak begitu ingin ke sana. Jadi, kutolak. It’s okay, karena
aku yakin, kapan-kapan aku bisa mampir ke Singapore lagi.
24 Mei 2014.
Bangun tidur, aku mandi dan memenuhi hasratku untuk
leha-leha di roof top. Breakfast dan ngopi.
Good Morning, Singapore |
Breakfast di roof top |
Sempat, aku meninggalkan buku karya
terbaruku yang berjudul “Catatan Tentang Cinta” di rak buku di ruang tv. Buat
kenang-kenangan, siapapun yang menemukan dan membacanya.
Sudah jam 11, aku
berkemas, langsung menuju bandara Changi Airport, kembali ke Indonesia. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar