Masih hari yang sama. 22 Mei 2014.
Tiba di Bandara
Internasional Changi Airport, Singapore.
Kunyalakan smartphone #Lenovo dan langsung sadar bahwa
nomor indonesiaku benar-benar tidak berlaku di Negara ini, kalau tidak
dipaketkan roaming internasional dahulu oleh si provider. Baiklah! Akhirnya aku
mengandalkan wi-fi #ChangiAirport saja. Duduk dulu sambil santai di kursi bandara.
Memperhatikan orang berlalu-lalang dengan ragam ekspresi. Mulai dari yang
santai sambil tertawa bersama pasangannya, sampai beberapa anak muda asing yang
agak berisik karena perginya rombongan bersama teacher mereka.
Beberapa menit kemudian, aku melanjutkan perjalanan
untuk menyusuri bandara tiga tingkat ini. Karena PR ku masih lumayang banyak.
Aku masih harus mencari barisan pemeriksaan Imigrasi, lalu harus mencari loket
penjualan card MRT, mencari MRT (yang katanya masih dalam area bandara), dan mencari
jalan menuju Hostel. Sementara, aku benar-benar merasa asing di tempat ini,
karena ini kali pertama aku menginjakkan kaki di luar negeriku, Indonesia.
Baiklah!
#Petualangan dimulai…
#Petualangan dimulai…
Alat Perang Backpackerku ... Buku panduan, Paspor, dll. |
Sambil masuk dalam antrian aku memperhatian sekitarku
yang berbincang dengan rekan atau rombongannya dengan masing-masing bahasa
mereka. Ada bahasa China, Bahasa Inggris, ada bahasa Thailand, bahasa India, juga
bahasa perancis. Para petugas bandaranya kebanyakan berbahasa Melayu Malaysia. Malah
aku belum menemukan orang yang berbahasa Indonesia. Seketika, aku merasa senang
banget banget, ada di Negara ini. Colorful! Ragam orang ada di sini.
Hampir satu jam, akhirnya tiba giliranku diperiksa. Ditanya
soal alamat tujuan yang jelas, berapa hari tinggal dan asalku dari mana. Si
Petugas menggunakan bahasa melayu yang setidaknya ‘mirip’ dengan bahasaku.
Lantas selesai dia mengembalikan pasporku, aku bertanya padanya, “Maaf bu,
kalau saya mau mendapatkan MRT, dimana letaknya?” lalu tersenyum ramah padanya.
“Belok kiri, luruskan saja, sampai ke luar, Nanti MRT
ada di luar.” jawabnya santun dengan aksen melayunya.
Setelah mengucapkan #terimakasih aku pun mengikuti
arahannya. Memoriku bermain. Tentu saja, sebelum menjelajah di Negara ini aku
sudah banyak membaca. Hanya belum tahu kemana arah patokannya saja.
Sampai di luar, aku menyusuri sisi bandara dan sesekali
melihat peta area bandara. Lalu kulihat sebuah counter yang menyediakan
penjualan Card akses MRT. Tadinya, yang pernah kubaca, harusnya aku mendapatkan
kartu berwarna orange atau ungu bertuliskan Ez-Link.
Namun mendapatkan karta bertuliskan NETS-Flashpay.
Harganya sama SGD 7. Dan fungsinya ternyata juga sama.
NETS-Flashpay-ku
|
Namun mendapatkan karta bertuliskan NETS-Flashpay.
Harganya sama SGD 7. Dan fungsinya ternyata juga sama.
Baiklah, lanjuuut.
“So where I have to go, to get the MRT?” tanyaku
meminta pentunjuk arah.
Pemuda itu menjawab, mengarahkanku untuk naik escalator
lalu menemukan train. Oke, aku mengikuti arahannya. Saat menunggu train itu
datang setiap 4 menit aku perhatikan bentuknya. “Kok nggak mirip yaa, sama yang
di video?” jadi ceritanya, selain membaca, aku juga menonton video-video
tentang Singapore di #Youtube. Memperhatikan setiap detail bentuk. Lantas
melewatkan kereta yang hanya berbentuk seperti kapsul canggih itu, aku membaca
petunjuk arah kereta. Tersadarlah aku bahwa… ooh, ini shuttle train. Jelas,
bukan MRT karena badannya hanya 1 gerbong.
Hampir satu jam ada di koridor luar bandara ini,
finally! Setelah memempelajari seksama, peta bandara, akhirnya aku menemukan
letak MRT. Berada di antara terminal 2 dan terminal 3. “Tinggal gimana caranya
aku bisa sampe ke tkp ini.” Aku berpikir sambil menunjuk titik kordinat peta.
Secepat yang kubisa, segera kupelajari alurnya lalu
mendapatkan caranya. Yoi donk! Ternyata, aku berada di terminal 1. Jadi, aku
harus naik shuttle train untuk menuju terminal 2. Menunggu sekitar 3 menit,
shuttle train ini benar-benar bergerak teratur tanpa driver. Datangnya setiap 4
menit sekali. Cool (menurutku) soalnya, di Indonesia kan ngga ada. Hehe.
menunggu shuttle train bandara Changi |
Mengikuti petunjuk plang di bandara, aku harus turun
escalator untuk mendapatkan station MRT. Saat turun, aku menemukan station yang
mirip di dalam video yang pernah kutonton. Aku harus turun escalator sekali
lagi. Nah…saat tiba di batas masuk station kuperhatikan… ketat juga pemeriksaan
di stasiun meskipun tanpa penjaga. Yang ada hanyalah mesin buka-tutup otomatis.
Kutempelkan Card NETS-ku di mesin buka-tutup otomatis, …dan
batas itu langsung terbuka. Bahkan terdapat detil sisa dollarku dalam Card di
mini screen . Canggih! Aku segera masuk ke area station dan membaca peta MRT
yang sudah kudapat dalam buku tripku.
Peta MRT Singapore |
Aku menunggu di Line Hijau, ke arah Joo Koon. Menunggu
hanya beberapa menit, MRT datang. Saat naik, aku sempat menertawakan diri
sendiri bahwa daritadi aku menunggu benda ini selama 2 jam berkeliling Changi.
Judulnya, “2 hours Lost In Changi”. Hahaha.
di MRT. Sssttt. |
Begini toh rasanya naik MRT. Jauh lebih nyaman,
daripada naik commuter line di Jakarta. Melewati beberapa terowongan dan
melintasi pinggiran kota. Tampak gedung-gedung tingkat yang terlihat sederhana
dari luar. Namun sungguh sedap dipandang karena tata kotanya yang rapi, bersih
dan tertib.
dalamnya MRT begini. Tertib & Bersih |
Akhirnya aku turun di shelter EW12 - Bugis.
Keluar dari MRT, bersama puluhan orang lainnya, kuikuti
saja mereka sampai jalur keluar. Sekali lagi, ketemu sama pintu buka-tutup
otomatis. Hmm, rupanya ini pemeriksaan ulang untuk memastikan penumpang sudah
sampai tujuan, dan berapa dolar yang harus terpotong selama panjang perjalanan
yang ditempuh. Tertib dan aman!
Eh, orang-orang di Singapore sini jalan langkahnya cepat semua. Settingan kakinya oke juga. Haha!
Eh, orang-orang di Singapore sini jalan langkahnya cepat semua. Settingan kakinya oke juga. Haha!
Sampai di luar, ini dia nih! Menurut buku, aku harus
menyusuri Victoria street untuk bisa menemukan Bugis Street dan Masjid Sultan.
Arah ke kanan dan ke kiri, adalah nama jalan yang sama yaitu Victoria street.
Aku harus ke kanan atau ke kiri?
hayolooo... kanan atau kiri? |
Karena niatku jalan-jalan, ya sudah kupikir jalan kaki
pun masih oke. Aku memutuskan mengambil jalan ke kiri…jalan luruuuus terus
memperhatikan sekitar. Takjub dengan traffic lamp yang mengatur lalu lalang
kendaraan dan penyebarangan pejalan kaki. Kalau lampu traffic meminta kendaraan
berjalan, tidak ada satu pejalan kakipun yang melanggar untuk menyebrang.
Bahkan tidak juga melewati batas garis yang dibuat.
Kalo buru-buru?
Ya tetap
harus-wajib menunggu!
Bagoooss!
Aku melewati perpustakaan besar. Terus berjalan, lalu
menyadari bahwa sepanjang berjalan di trotoar, tidak ada seorang pun yang
merokok. Yang ada, beberapa orang duduk sambil merokok, di dekat tong sampah.
Tidak sambil berjalan, apalagi buang puntung sembarangan.
Jalan aaaaaja teroooss |
Sekian lama berjalan, hari semakin sore. Aku
lapaaaarrrr. Dan nggak boleh telat makan paska sakit gejala tipes Maret lalu.
Aku belum juga menemukan jalan menuju penginapanku. Kulirik jam, menunjukkan
hampir jam 7 malam. Eh….malam? tapi masih terang. Jam 7 masih terang di
Singapore. Hahaha. Baiklah… akhirnya aku bertanya pada segerombolan wanita
muda. Kemana arah Arab street di dekat masjid Sultan.
ini tkp aku nyasar. Victoria street. hahaha |
Mereka menjawab dengan ramah, bahwa aku berjalan
melawan arah. Jadi, pada saat keluar pintu station MRT, aku seharusnya mengambil arah ke kanan. Baiklah, aku memutar
balik perjalanan di sepanjang Victoria Street.
Saat tiba di lampu merah, langit baru mulai gelap.
Pas! lampu merah untuk pejalan kaki.
Sambil menunggu, aku menghampiri dua gadis berkerudung yang tampak juga akan menyebrang. Aku bertanya lokasi dimana Arab street dan masjid Sultan. Dengan bersemangat, gadis Malaysia itu memberikan petunjuk. Dipikirnya pun, aku mencari masjid untuk sholat maghrib karena sama-sama berhijab. Lalu dia dan temannya menawarkan untuk jalan bersama, karena mereka hendak ke kampus yang jalannya melewati Arab street.
Tepat di sebelah area bugis street yang aku lewati sejak tadi.
Sambil jalan, kami ngobrol tentang Singapore yang rapi dan Indonesia yang punya ragam budaya. Kami berpisah di depan jalan, passs jalan masuk Arab Street.
Lambaian tangan berpisah dan salam terima kasih mengantarkan aku kembali menyusuri #ArabStreet sendirian.
Pas! lampu merah untuk pejalan kaki.
Sambil menunggu, aku menghampiri dua gadis berkerudung yang tampak juga akan menyebrang. Aku bertanya lokasi dimana Arab street dan masjid Sultan. Dengan bersemangat, gadis Malaysia itu memberikan petunjuk. Dipikirnya pun, aku mencari masjid untuk sholat maghrib karena sama-sama berhijab. Lalu dia dan temannya menawarkan untuk jalan bersama, karena mereka hendak ke kampus yang jalannya melewati Arab street.
Area Bugis Street |
Sambil jalan, kami ngobrol tentang Singapore yang rapi dan Indonesia yang punya ragam budaya. Kami berpisah di depan jalan, passs jalan masuk Arab Street.
Lambaian tangan berpisah dan salam terima kasih mengantarkan aku kembali menyusuri #ArabStreet sendirian.
Akhirnya aku menemukan Shophouse hostel yang sudah ku-booking.
Sampai di Hostel, aku tinggal menunjukkan bukti pembayaran dari
travel agent via Agoda.
Benar-benar beres.
Aku hanya diminta deposit SGD 10 sebagai jaminan turis asing, yang nantinya akan dikembalikan pada saat check-out hostel. Saat itu gadis bernama Grace yang mengantarkan aku sampai ke lantai 3. Dia membuka kamar, namun aku sempat bingung. Karena dia mengantarkanku ke dorm 6. Sedangkan aku memesan satu bed dalam female dorm 12. Setelah dia pergi untung saja aku segera sadar, bahwa ini bukan kamarku. Segera keluar, aku mencoba membuka pintu ruangan sebelah dengan kartu akses hostel. Saat kubuka, ada 12 dorm, dan nomor bed yang kumaksud pun kosong. Langsung saja aku menempatinya. Meletakkan tasku dalam loker, melepas sandal, lalu merebahkan diri di kasur.
Benar-benar beres.
Aku hanya diminta deposit SGD 10 sebagai jaminan turis asing, yang nantinya akan dikembalikan pada saat check-out hostel. Saat itu gadis bernama Grace yang mengantarkan aku sampai ke lantai 3. Dia membuka kamar, namun aku sempat bingung. Karena dia mengantarkanku ke dorm 6. Sedangkan aku memesan satu bed dalam female dorm 12. Setelah dia pergi untung saja aku segera sadar, bahwa ini bukan kamarku. Segera keluar, aku mencoba membuka pintu ruangan sebelah dengan kartu akses hostel. Saat kubuka, ada 12 dorm, dan nomor bed yang kumaksud pun kosong. Langsung saja aku menempatinya. Meletakkan tasku dalam loker, melepas sandal, lalu merebahkan diri di kasur.
Jaket kesayangan penyelamat 'last minute' di bandara Soetta |
Suasana Kamar Dorm 12 yang kayak Asrama |
Seorang ibu di sebelah bed-ku menyapa, “Halo.”
“Halo.” Balasku.
“Where do you from?” tanyanya dengan logat asing yang
belum pernah kudengar sebelumnya. Perawakannya pun seperti orang Indonesia
namun sedikit lebih sipit. Tidak tampak seperti Chinese juga. Akhirnya,
berkenalanlah kami dan aku jadi tahu bahwa ibu tersebut sedang berlibur bersama
seorang anak gadisnya dan seorang keponakan perempuannya selama enam hari di
Singapura, baru hari ketiga, dan mereka berasal dari Filipina.
Keasikan ngobrol, aku melirik jam yang menunjukkan jam
9 lebih dan aku lapaaarrr. Aku permisi meninggalkan ibu tersebut, yang sampai
saat ini lupa kutanya namanya. Aku pergi kuliner malam hari sendirian. Mampir
ke mini market #711 (sevel.red) membeli beberapa cemilan agar tak telat makan dan minuman
kalau haus dan malas keluar kamar.
Setelah itu, aku mampir ke warung makan India. Aku
memesan nasi goreng, makanan yang kira-kira bisa diterima perutku yang mulai
perih. Awalnya merasa aneh, karena warnanya begitu merah dan aromanya seperti
full of rempah-rempah. Menyengat. Demi perut, harus dimakan. Kumakan, tanpa
memesan air. Karena kurasa air yang tadi kubeli, cukup banyak. Rasanya… aneh,
tapi lumayan. Harganya sekitar SGD 7.
Usai makan, aku kembali ke Hostel dan mencatat password
wi-fi di lobby hostel agar bisa berkomunikasi dengan teman-temanku di
Indonesia, Jakarta terutama. Malam ini, tepat jam 12, aku berulang tahun!
Setelah smartphone kembali punya signal, aku bersantai
di bed-ku. Pegal rasanya kakiku…setelah berlari di Bandara Soetta, aku masih
nyasar di Changi lalu masih nyasar lagi di Victoria Street. Orang oertama yang
kuhubungi adalah Monique. Teman sekantorku dulu, kini dia adalah reporter
‘detik’ di Jakarta. Dia yang menuntunku
sebelum tiba di Changi. Karena dia yang sudah pengalaman ke Singapore lebih
dulu.
Kuceritakan semua kejadian yang kualami sejak pagi… sampai sekitar jam 11 malam. Sampai ke toilet pun, ponsel kubawa bawa saking serunya bercerita. Oh iya, toiletnya lumayan bersih, seperti yang kulihat dalam gambar di internet. Ada kaca besar, ada juga setrikaan. Komplit.
Lalu, ponsel kutinggalkan tercharge, aku merapikan diri
di kasur, mencari posisi pas untuk tidur. Tiba-tiba sms masuk. Kubaca dari
Ibuku.
Beliau mengucapkan ulangtahun.
Belum jamnya, tapi dia tampak antusias.
Kalau cek pulsa, dia pasti kaget tiba-tiba pulsanya berkurang banyak karena roaming internasional. Beberapa menit kemudian, ponselku berdering. Ibuku nelpon rupanya.
Yah mau gimana…terpaksa tidak kujawab.
Selang beberapa menit kemudian, temanku 'Bahtiar' juga mencoba menelponku.
Sama, tidak kujawab juga.
Kasian kalau kuangkat teleponnya, bisa langsung habis pulsanya padahal baru bilang “Halo”. Maaf yaa.
Apalagi niat liburan sendiri ini kan memang tidak menerima panggilan telepon dan membalas sms. Kalau chatting masih okelah… Path juga oke.
Mommy -ku |
Belum jamnya, tapi dia tampak antusias.
Kalau cek pulsa, dia pasti kaget tiba-tiba pulsanya berkurang banyak karena roaming internasional. Beberapa menit kemudian, ponselku berdering. Ibuku nelpon rupanya.
Yah mau gimana…terpaksa tidak kujawab.
Selang beberapa menit kemudian, temanku 'Bahtiar' juga mencoba menelponku.
Sama, tidak kujawab juga.
Kasian kalau kuangkat teleponnya, bisa langsung habis pulsanya padahal baru bilang “Halo”. Maaf yaa.
Apalagi niat liburan sendiri ini kan memang tidak menerima panggilan telepon dan membalas sms. Kalau chatting masih okelah… Path juga oke.
Mengasingkan diri.
Ya, SELAMAT ULANG TAHUN NENO.
23 Mei 2014.
Singapore. Pkl 01.00 dini hari.
Let’s sleep, supaya jalan-jalan besok bisa fit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar