Kamis, 02 Juni 2016

Ada Apa Dengan Cinta?


Apa saya harus jadi orang lain, supaya kamu mau bicara lagi sama saya? 
Apa saya harus menjadi orang yang baru,supaya kamu mau kenal lagi sama saya?

Terlalu lama.
Saya terlalu percaya diri untuk berdiri tegak sendiri selama ini.
Sudah tahun keenam!
Dan rindu yang saya kira sudah mati terkubur bersama namamu itu,
Ternyata masih ada!
Rindu yang masih sama kuat!
Ketidakwarasan ini selalu menghampiri, tiap kali saya mencoba menggantimu.

Lalu, kenapa kamu harus pergi dan menghilang, ketika rasa ini baru tumbuh?
Saya tahu ada yang salah!
Tapi di mana salah saya? Di mana salahmu? 
Kita atau perasaan kita yang salah?
Meskipun jutaan argumentasi yang selalu kamu bilang,
"Tidak ada yang salah dan benar..."
Lalu dimana kata benar yang kamu maksud, kalau semua ini terlihat salah di matamu?

Bentuk salah yang seperti apa yang sudah saya toreh dalam hidupmu?
Saya tahu betul, saya pernah 'alay' pada masa itu.
Saya juga sadar, begitu pun kamu.
Bung, setiap orang pernah 'alay' pada masanya.
Tapi kalau cinta dan keyakinan saya sekokoh ini, apa masih bisa dunia menyebutnya 'alay'?
Tegakkan kepalamu dan lihatlah aku, Dendi Ariansyah.

Apa ada manusia sebodoh ini yang terkungkung dalam satu prasasti bertajuk cinta?
Apa ada perempuan sekuat ini yang berani menjaga hati dan kenangannya tentang kamu?
Meski diacuhkan begitu saja.
Dianggap seolah mati, tak pernah hidup dan tak pernah nyata.
Namun semakin saya yakin kamu sudah saya lenyapkan dalam semua memori terkecilpun, rasanya makin menyayat sampai ke urat nadi.

Sejauh apapun saya pergi, sampai puncak gunung dengan rintangan mencekam, sampai melintasi samudera ke negeri seberang ...
Sekuat apapun kemarahan saya, saya tetap membawa nama kamu di dalam relung hati saya yang terdalam.
Setangguh apapun keyakinan saya bahwa kamu sudah tidak ada lagi dalam hidup saya, seperti debu tak berarti yang tertiup hembus angin ...
Dan saya sadar betul, bahwa kamu tidak akan pernah kembali ...

Setangkup dahaga rindu ini, masih menghantui setiap detak jantung saya.
Setiap hari, setiap detik, menggerogoti kewarasan saya.
Rindu ini masih ada.
Berdesir pelan di tiap hembus napas, namun menusuk pilu sampai ke ujung paru-paru.
Tidak pernah terganti.

Sampai saya bernapas hari ini, saya masih tidak tahu bagaimana kabar kamu di sana?
Di sana di mana? Saya tidak pernah tahu.
Saya hanya tahu, ada sepotong cinta yang masih saya simpan rapi di sudut jiwa saya, buat kamu.
Kamu menggenggam cinta ini terlalu kuat.
Bahkan ketika kamu pergi, kamu lupa untuk merenggangnya, hingga saya tetap terbawa.

Saya pernah mencoba menggantikan rasa milikmu dengan rasa yang lain.
Menghibur diri bahwa saya sudah mampu berpaling dari kenangan kita.
Tapi saya salah besar.
Saya terlalu percaya diri, hingga kemudian saya jatuh terhuyung-huyung.
Semua nampak berbeda. Tidak bisa sama.

Saya tidak sanggup menghentikan doa saya setiap hari, yang selalu menyebut nama kamu.
Ya, masih kamu yang saya sebut, tatkala saya bersimpuh berdialog dengan Sang Esa.
Satu-satunya nama, yang kuminta bahagia tanpa putus, pada Tuhan dan malaikat.

Kata orang, kalau cinta, kejar!
Saya tidak pernah melakukannya.
Kalau saya maju berperang sendirian, sementara kamu menggontaikan langkah menjauh,
Lantas buat apa?
Saya masih menjalani kodrat sebagai perempuan, untuk dijemput.
Jangan bersembunyi lagi, saya mohon!

Sampai kapan saya harus menjalani penyesalan ini supaya karma ini selesai?
Masihkah ada rasa itu di sana, di hatimu?
Inilah jurang antara ketidakwarasan dan kebodohan saya, keinginan untuk memilikimu sekali lagi.
Karena rindu ini masih ada, tak pernah bergeming, begitupun cinta.

Selanggam bait yang mungkin cukup tepat untuk menjelaskan harapan saya.
"Detik tidak pernah melangkah mundur,
Tapi kertas putih itu selalu ada.
Waktu tidak pernah berjalan mundur, dan hari tidak pernah terulang.
Tetapi, pagi selalu menawarkan cerita yang baru.
Untuk semua pertanyaan yang belum sempat terjawab."

Apakah kita akan bertemu sekali lagi?
Sebuah kesempatan yang antah berantah dari mana datangnya.
Jika takdir itu mempertemukan kembali jiwa ini dengan patahannya,
Saya tidak akan pernah melepaskan kamu untuk kali kedua.
Saya tidak akan ragu lagi.
Kalau.




Jakarta, 2 Juni 2016.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar