Minggu, 12 Juni 2011

Ucapkan selamat pada kekalahanku


Kata apa yang pantas aku sandang ketika aku berani berdiri di antara sepasang insan yang saling bercinta?
Kalimat apa yang patut dimuntahkan padaku saat aku hanya memikirkan diriku sendiri tanpa menoleh sekelilingku?
Hinaan apa yang pantas kudapat ketika semua orang tahu bahwa aku merampas keriangan hati seorang gadis dungu
atas kekasihnya?

Seperti bertarung dalam air, musuh terbesar adalah arus
Seperti bertarung dalam api, musuh terbesar adalah angin
Seperti bertarung dalam hembusan angin,
musuh terbesar adalah arah

Persetan dengan dunia yang menertawakan aku yang akhirnya kalah dan menyerah dalam ketololanku sendiri
Aku terbaring telentang
menantang cahaya langit dengan mata terpejam,
Mencoba meresapi sebuah kalimat “yang kuat yang bertahan”

Namun itu tidak berlaku pada duniaku ketika ternyata aku menyadari kekalahan menyambutku dengan gelak tawa iblisnya
Kawan kawan bijak mencoba membangkitkan kembali emosiku yang nyaris kosong sama sekali

Marah tak sanggup
Menangis percuma
Tertawa bukanlah keadaan yang sesungguhnya
Benar benar kosong dan tidak ada yang mampu mengembalikan nyawaku yang terbiasa menang dalam perang
Aku terbiasa berdiri di atas kesombonganku
Terbiasa tangguh di atas derita orang lain
Selalu dan selalu menang seperti seorang permaisuri yang dalam keadaan apapun sudah pasti mendapatkan segalanya

Kini logikaku terpatahkan pada keangkuhanku yang terlalu menyanjung kesempurnaan
Aku tidak sempurna!
Aku bahkan cacat sebelum bertarung

Tertunduk aku dalam letih,
tak kuasa menahan lelah tegaknya leher dan punukku
Aku tidak menyangkal dan aku dengan lantang mengakui bahwa aku memang kalah kali ini

Ucapkan saja selamat pada kekalahanku
Biarkan saja aku terbaring dalam kena’asanku sejenak
Sampai di satu hari terbangun kembali dengan kelahiran baruku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar