Isu
penindasan terhadap wanita terus menerus menjadi perbincangan hangat.
Salah satunya, kekerasan dalam rumah tangga. Perjuangan menghapus
kdrt, nyaring disuarakan organisasi atau kelompok mengenai
penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan.
Namun kdrt masih kerap terjadi.
Selama ini, masyarakat masih menganggap kasus-kasus kekerasan yang
terjadi pada lingkup keluarganya sebagai persoalan pribadi yang tidak
boleh dimasuki pihak luar. Bahkan sebagian masyarakat termasuk
perempuan yang menjadi korban, ada yang menganggap kasus-kasus
tersebut bukan sebagai tindak kekerasan.
Data
statistik lengkap mengenai kasus kdrt di indonesia, memang belum
tersedia. Namun, terdapat sejumlah informasi dari LSM dan organisasi
perempuan, khususnya P2TP2A yang menerima pengaduan dan membantu
korban KDRT, mengungkap fakta tersebut. ‘perjuangan’ menghapus
kekerasan dalam rumah tangga, kdrt, berangkat dari fakta banyaknya
kasus kdrt yang terjadi dengan korban mayoritas perempuan dan
anak-anak.
Meskipun tidak menutup kemungkinan, pelapornya pihak suami.
Dalam
undang
undang
nomor
23 tahun 2004,
tentang
penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, disebutkan,
“Setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan,
yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,
seksual,
psikologis,
atau
penelantaran rumah tangga,
termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan atau perampasan kemerdekaan dengan
cara
melawan hukum,
dalam
lingkup rumah tangga.”
Kasus
yang pernah diwacanakan Kaltim Post sebelumnya, kasus kekerasan dalam
rumah tangga (KDRT) di Balikpapan perlu mendapatkan perhatian banyak
pihak. Sebab, jumlah kasus ini dilaporkan meningkat signifikan. Jika
pada 2011 terdapat 28 kasus, maka sampai Oktober 2012 telah terjadi
35 kasus.
Menurut
Kepala Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA) Inspektur Polisi Dua
Rosna Meliani, banyak faktor yang memicu terjadinya kasus ini.
“Faktor
yang paling utama biasanya adalah munculnya WIL (wanita idaman lain)
atau PIL (pria idaman lain). Seperti, perselingkuhan dan poligami,”
kata Rosna. Selain itu, masalah ekonomi keluarga, seperti gaji yang
kurang menutupi biaya gaya hidup, juga memicu KDRT. “Ada
juga efek pernikahan dini yang dilakukan oleh remaja usia di bawah 20
tahun. Pola pikir yang masih labil tentunya,”
urai Rosna.
|
IPDA Rosna Meilani |
Maraknya
kasus KDRT yang meningkat di Balikpapan, membuat P2TP2A (Pusat
Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak) kota Balikpapan
angkat bicara. Hj. Arita Rizal Effendi, Ketua Umum P2TP2A Kota
Balikpapan, memaparkan bahwa terjadinya peningkatan angka pelaporan
KDRT merupakan kesadaran masyarakat atas hak dan kewajibannya di
dalam berumah tangga. “Bisa dinilai negatif, tapi bisa juga
dimaknai positif. Negatifnya, adalah pengendalian diri terhadap rumah
tangga itu sendiri. Sebagai suami, tentu tugas utamanya adalah
memberi nafkah, dan istri menjaga nama baik suami. Jika permasalahan
ketidakseimbangan hak dan kewajiban antara istri dan suami harus
menjadi konsumsi orang banyak, berarti mengarah negatif,” papar
istri Wali kota Balikpapan ini.
“Sebaliknya,
bisa dianggap positif ketika si korban, mulai menyadari hak apa saja
yang perlu dipertahankan di dalam suatu pernikahan, atau rumah
tangga. Dengan mengungkapkan permasalahan, maka artinya si korban
juga membutuhkan perlindungan dari orang lain pada saat merasa tidak
aman di dalam rumah tangga atau pernikahannya,” tambah wanita
kelahiran Yogyakarta tahun 1961 ini.
Terjadinya
kekerasan dalam rumah tangga tentu bukan hanya kekerasan fisik, Arita
menambahkan kekerasan dengan perkataan hingga mebuat pasangannya
menjadi tertekan, juga dapat dikatakan sebagai KDRT, secara psikis.
Oleh karena itu, Arita menyayangkan pernikahan yang berjalan tanpa
dilandasi nilai agama yang tidak kokoh, kurang terjalinnya komunikasi
dua arah antara istri dan suami, juga belum adanya keseimbangan
antara knowledge dan dan emosial individunya. (*/nno)
***
|
Unit Perlindungan Perempuan dan Anak |
|
|
|
|
Kisah-kasih
KDRT
Keluarga
harmonis, tentu diidamkan oleh setiap pasangan menikah. Keharmonisan
merupakan suatu kepuasan tersendiri untuk meraih perasaan aman,
nyaman, dan bahagia di dalam rumah tangga. Dipaparkan
Hj. Arita Rizal Effendi, Ketua Umum P2TP2A Kota Balikpapan, beberapa
contoh kasus KDRT di Balikpapan.
ISTRI
MELAPOR
Seorang
suami, selain 'main tangan', juga memiliki wanita idaman lain di luar
rumah. Beberapa bulan pertama, suami mulai pulang larut malam.
Beberapa bulan kemudian, suami mulai jarang pulang ke rumah.
Sesekalinya pulang ke rumah, saat istrinya cerewet sedikit, langsung
dipukul oleh suaminya. Beberapa kali terjadi kekerasan fisik oleh
suami kepada istrinya, maka dengan keberanian yang sudah memuncak,
istri melaporkan suaminya ke kantor polisi.
SUAMI
MELAPOR
Seorang
istri, terlalu menuntut banyak kepada suami. Biasanya, pemenuhan
kebutuhan materi untuk gaya hidup yang tinggi. Yaitu konsumsi
belanjaan branded, perawatan kecantikan, travelling, dan lain-lain
yang begitu berlebihan, tanpa memperhitungkan pendapatan suami. Pada
saat suami merasa sudah lelah bekerja, dengan tuntutan istri yang
beragam dan omelan berbagai macam permintaan, maka suami datang ke
kantor polisi. Melaporkan terjadinya kekerasan secara psikis.
INCEST
Seorang
Ayah, tega menyetubuhi anak kandungnya sendiri. Pada saat istri tidak
di rumah, sang Ayah hanya ditinggal berdua dengan anak gadisnya yang
mulai beranjak remaja. Saat muncul hasrat Ayah ingin bersetubuh, maka
anak yang sealiran darah ini menjadi korban. Beberapa kali
diperlakukan tidak senonoh, anak diancam bahkan dipukuli oleh Ayah
agar tidak menceritakan kejadian tersebut kepada siapapun. Namun,
karena si anak akhirnya hamil dan tidak tahan dengan perlakuan
Ayahnya, maka si Anak melapor ke kantor polisi.
Ragam
kasus seperti disebutkan di atas, diproses di UPPA (Unit Pemberdayaan
Perempuan dan Anak). Dalam proses tersebut khususnya untuk pasangan
suami dan istri, memiliki satu masa yang disebut mediasi,
dimana antara suami dan istri memiliki kesempatan untuk berunding
kembali. “Tidak jarang, pelapor mencabut berkas perkara, saat
mengingat bahwa masih ada anak-anak yang membutuhkan perhatian dari
kedua orangtuanya,” terang IPDA Rosna Meilani, Kanit UPPA. (*/nno)
***
Apa
Kata Srikandi UPPA Balikpapan
UPPA,
unit pengaduan perilaku tidak baik terhadap perempuan dan anak-anak
terletak di samping wisma purwa, tepat di depan hotel atomik. Dengan
ayunan, pot bunga, dan cat warna hijau, memang tidak tampak seperti
kantor polisi pada umumnya. Unit yang ruangannya terpisah dengan
Polres di wilayah klandasan ini, ternyata memang sengaja dilakukan.
Rosna menjelaskan, hal tersebut dilakukan demi menjaga psikis korban.
“Biasanya, masyarakat yang datang ke kantor polisi kalau melihat
seragam, psikisnya tentu berbeda. Kebanyakan orang merasa takut
terlebih dulu sebelum masuk,” kata Rosna.
Maka
UPPA sengaja terpisah dan menggunakan baju sipil (biasa), agar
masyarakat mau mendekat dan merasa tidak ada jarak. “Sehingga
mereka mau lebih terbuka untuk menceritakan suatu permasalahan, dan
kami mudah untuk melakukan pendekatan secara personal,” tambahnya.
Dengan adanya penugasan piket, unit PPA siap standby menerima laporan
selama 24 jam sehari.
Febrina,
anggota UPPA menyampaikan rasa prihatinya terhadap kasus-kasus yang
dilaporkan ke UPPA Satreskrim Polres Balikpapan. Ia sendiri, sebagai
perempuan merasa sangat sedih ketika seorang pelapor datang dengan
wajah yang lebam dan bibirnya sampai pecah. Perempuan berusia 24
tahun ini, selama mendampingi proses pidana terhadap korban, mengaku
tak jarang ia pulang larut untuk mendampingi korban. Meskipun ia
belum pernah menikah, namun ia sering merasa heran, “Perempuan kan
seharusnya diberikan perlindungan. Diberi kasih sayang. Kenapa
dipukuli sampai sebegitunya,” ujarnya. Menurut penuturannya, para
pelapor yang datang ke UPPA, tidak semuanya ingin melalui proses
hukum. “Justru sering juga, mereka hanya ingin memberikan efek jera
kepada suaminya,” terangnya.
Ungkapan
senada disampaikan Hastuti dan Nova, yang juga anggota UPPA menilai
dengan adanya kejadian kasus-kasus KDRT, ia mendapatkan pengalaman
berharga untuk diri mereka. Dua wanita ini mengaku prihatin sebagai
sesama perempuan, meskipun berum pernah mengalami kekerasan fisik di
rumah.
Sebagai
kepala unit PPA, IPDA Rosna menghimbau kepada masyarakat terutama
para korban KDRT. “Jangan segan melapor kepada kami di Unit
Perlindungan Perempuan dan Anak. Karena kami selalu berusaha menjadi
sahabat bagi para wanita, remaja, ataupun korban KDRT. Berbagilah
bersama kami,” kata Rosna.
IPDA
Rosna Meilani (33) memimpin, Briptu Hastuti Damayanti (24), Briptu
Nova Hilawati (27), Briptu Lelik Suhardini (25), Briptu Febrina E
Lingga (24), Briptu I Wayan Eka (27), Brigadir Farida (27), Brigadir
Kusmanto (32), Bripka Maulani (32). Dengan sembilan personil, 6
diantaranya wanita dan 3 diantaranya adalah laki-laki, tim UPPA
berusaha bekerjasama dengan baik. (*/nno)
***
Tips
Menghindari KDRT
Psikolog
Triharim, Ketua Umum P2TP2A Hj. Arita Rizal Effendi dan IPDA Rosna,
menyampaikan beberapa tips untuk menghindari KDRT :
Bangun
pondasi keimanan di dalam keluarga
Perlu
digalakkan pendidikan mengenai HAM dan pemberdayaan perempuan
Menyebarkan
informasi dan mempromosikan prinsip hidup sehat, anti kekerasan
terhadap perempuan dan anak
Menolak
kekerasan sebagai cara untuk memecahkan masalah, termasuk
sosialisasi penyuluhan mencegah kekerasan di dalam pernikahan
Meminta
bantuan pada lembaga berwenang yang menangani kasus perempuan dan
anak-anak untuk mendapat perlindungan
Bagi
istri perlu menjalani terapi kognitif dan belajar utk berperilaku
asertif.
Suami,
istri dan anak meminta bantuan psikolog untuk terlibat dalam Terapi
Keluarga, dimana masing-masing bisa sharing.
Sehingga menumbuhkan hubungan pernikahan yang sehat, bukan dilandasi
oleh kekerasan, namun dilandasi oleh rasa empati.
Belajar
mengatur porsi emosi, sehingga jika ada perbedaan pendapat, tidak
perlu menggunakan kekerasan. Karena berpotensi pada anak melakukan
imitation
atau meniru perilaku tersebut. Oleh karena itu, anak perlu diajarkan
juga bagaimana bersikap empati dan mengatur emosi sedini mungkin.
Namun semua itu tetap harus diawali dari orangtua. (*/nno)
***
Data
kasus KDRT Sepanjang 2012
Januari
: 5 kasus
Februari :
-
Maret
: 4 kasus
April
: 4 kasus
Mei
: 3 kasus
Juni :
4 kasus
Juli
: 7 kasus
Agustus :
2 kasus
September :
1 kasus
Oktober :
5 kasus
Total
Kasus : 35 kasus
Korban
perempuan dewasa : 34 orang
Korban
anak-anak : 1 orang
Pengaduan
masyarakat untuk korban KDRT :
1.
UPPA – Unit Perlindungan Perempuan dan Anak
Alamat
: Jl. Apt. Pranoto Blok D No. 5 A Balikpapan
Hotline :
0542 - 5680143
2.
P2TP2A – Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak
Alamat
: Jl. Milono No. 30 Gn. Pasir Balikpapan
Hotline :
0542 - 7074411
3.
KPB – Koalisi Perempuan Balikpapan
Alamat
: Perumahan Wika Balikpapan
SIMAK KDRT DI SEKITARMU, LAPORKAN !!!