Gunakan
Program Persepsi Bunyi dan Irama
Pendengaran
adalah fungsi penting dan sangat berharga dalam kehidupan, terutama
dalam berkomunikasi dan bersosialisasi. Ketidakmampuan pendengaran
sangat erat kaitannya dengan berbicara. Biasanya, penderita
tunarungu, cenderung kesulitan untuk berbicara. Dibutuhkan kemampuan
khusus untuk dapat berkomunikasi dengan normal terhadap penderita
tuna rungu. Ketidakmampuan untuk mendengar, membuat tunarungu lebih
mengerti berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat.
Seseorang
yang menderita tunarungu, biasanya sulit bersosialisasi dengan
masyarakat. Masyarakat pun beranggapan miring dan cenderung
meremehkan penderita tunarungu. Anggapan miring yang sering muncul di
masyarakat, penderita tuna rungu, merupakan orang yang tidak bisa
disejajarkan dengan masyarakat normal, karena ketidakmampuan mereka
dalam mendengar.
Namun,
hal tersebut ditepis oleh Mulyono, Kepala Sekolah Luar Biasa, Gunung
Bahagia Balikpapan. “Komunikasi
yang dilakukan seseorang, bisa melalui verbal dan nonverbal. Orang
normal, tidak jarang pula melakukan komunikasi melalui gerakan
nonverbal. Hanya dengan melakukan isyarat tubuh tertentu, mereka
sudah menyampaikan suatu pesan,” papar Mulyono. Karena itu,
penyandang tunarungu yang memang tidak mampu mendengar dengan baik,
mengandalkan gerakan tubuh, penglihatan, dan isyarat yang diberikan
lawan bicara.
SLBN
memiliki program komunikasi persepsi bunyi dan irama. Dan kebanyakan
murid Tunarungu menggunakan alat bantu hearing
aid.
Kegiatan tersebut bertujuan untuk bina wicara atau speak
teraphy.
Aktivitas melatih bicara untuk berkomunikasi secara lisan dengan
orang lain. Kegiatan belajarnya pun dipisahkan tergantung kelas
tingkatannya. “Sebenarnya kita punya buku dasar-dasar bahasa
isyarat. Tapi, sebaiknya kita tidak menggunakan buku tersebut, karena
malah akan memperlebar jarak orang normal dengan anak Tunarungu.
Tidak semua orang, bisa berbahasa isyarat,” kata Yuliartu Rahayu,
pengajar kategori B kelas 6. Lantaran para pengajar sepakat untuk
melatih mereka berbicara, maka komunikasi langsung sangat diandalkan
demi mewujudkan Speak
Theraphy.
Persepsi
bunyi dan irama sendiri, caranya dengan menggunakan alat musik yang
perbedaannya ekstrim. Mulai dari suara keras, hingga getaran saja.
Lalu membedakan dari mana arah suara tersebut datang, kiri, kanan,
depan, atau belakang. Kemudian, kuat lemahnya suara. Biasanya
menggunakan gong atau alat musik lainnya yang menghasilkan suara
keras.
Untuk
lebih efektif, para pengajar melakukan pembinaan dengan cara
pendekatan individu. “Program khusus yang dipakai adalah PPI
(Program Pembelajaran Individual), karena mempertimbangkan kecepatan
daya tangkap anak yang beda-beda,” Mulyono menambahkan.
Menderita
tunarungu, bukan akhir segala-galanya. Dan tentu tidak diinginkan
oleh siapapun. Sedikitnya
kesadaran kita untuk menerima kekurangan seseorang, tentu bisa
menimbulkan kesenjangan. Apabila, hal seperti ini terus menerus
dibiarkan, akan semakin banyak penyandang cacat yang telantar.
Tentunya, kesejahteraan masyarakat tidak akan tercapai secara merata.
Dan tidak
semua orang dapat memahami kondisi fisik dan psikologis mereka.
(*/nno)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar