Senin, 05 November 2012

Tunarungu



Gunakan Program Persepsi Bunyi dan Irama
Pendengaran adalah fungsi penting dan sangat berharga dalam kehidupan, terutama dalam berkomunikasi dan bersosialisasi. Ketidakmampuan pendengaran sangat erat kaitannya dengan berbicara. Biasanya, penderita tunarungu, cenderung kesulitan untuk berbicara. Dibutuhkan kemampuan khusus untuk dapat berkomunikasi dengan normal terhadap penderita tuna rungu. Ketidakmampuan untuk mendengar, membuat tunarungu lebih mengerti berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat.
Seseorang yang menderita tunarungu, biasanya sulit bersosialisasi dengan masyarakat. Masyarakat pun beranggapan miring dan cenderung meremehkan penderita tunarungu. Anggapan miring yang sering muncul di masyarakat, penderita tuna rungu, merupakan orang yang tidak bisa disejajarkan dengan masyarakat normal, karena ketidakmampuan mereka dalam mendengar.
Namun, hal tersebut ditepis oleh Mulyono, Kepala Sekolah Luar Biasa, Gunung Bahagia Balikpapan. “Komunikasi yang dilakukan seseorang, bisa melalui verbal dan nonverbal. Orang normal, tidak jarang pula melakukan komunikasi melalui gerakan nonverbal. Hanya dengan melakukan isyarat tubuh tertentu, mereka sudah menyampaikan suatu pesan,” papar Mulyono. Karena itu, penyandang tunarungu yang memang tidak mampu mendengar dengan baik, mengandalkan gerakan tubuh, penglihatan, dan isyarat yang diberikan lawan bicara.
SLBN memiliki program komunikasi persepsi bunyi dan irama. Dan kebanyakan murid Tunarungu menggunakan alat bantu hearing aid. Kegiatan tersebut bertujuan untuk bina wicara atau speak teraphy. Aktivitas melatih bicara untuk berkomunikasi secara lisan dengan orang lain. Kegiatan belajarnya pun dipisahkan tergantung kelas tingkatannya. “Sebenarnya kita punya buku dasar-dasar bahasa isyarat. Tapi, sebaiknya kita tidak menggunakan buku tersebut, karena malah akan memperlebar jarak orang normal dengan anak Tunarungu. Tidak semua orang, bisa berbahasa isyarat,” kata Yuliartu Rahayu, pengajar kategori B kelas 6. Lantaran para pengajar sepakat untuk melatih mereka berbicara, maka komunikasi langsung sangat diandalkan demi mewujudkan Speak Theraphy.
Persepsi bunyi dan irama sendiri, caranya dengan menggunakan alat musik yang perbedaannya ekstrim. Mulai dari suara keras, hingga getaran saja. Lalu membedakan dari mana arah suara tersebut datang, kiri, kanan, depan, atau belakang. Kemudian, kuat lemahnya suara. Biasanya menggunakan gong atau alat musik lainnya yang menghasilkan suara keras.
Untuk lebih efektif, para pengajar melakukan pembinaan dengan cara pendekatan individu. “Program khusus yang dipakai adalah PPI (Program Pembelajaran Individual), karena mempertimbangkan kecepatan daya tangkap anak yang beda-beda,” Mulyono menambahkan.
Menderita tunarungu, bukan akhir segala-galanya. Dan tentu tidak diinginkan oleh siapapun. Sedikitnya kesadaran kita untuk menerima kekurangan seseorang, tentu bisa menimbulkan kesenjangan. Apabila, hal seperti ini terus menerus dibiarkan, akan semakin banyak penyandang cacat yang telantar. Tentunya, kesejahteraan masyarakat tidak akan tercapai secara merata. Dan tidak semua orang dapat memahami kondisi fisik dan psikologis mereka. (*/nno)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar