Senin, 05 November 2012

Tunanetra



Latih Kepekaan Anak Tunanetra Mulai Dari Perabaan Sampai Penciuman

Mata adalah indera untuk melihat dunia. Dengan mata, seseorang bisa menikmati pemandangan sekitar, membaca dan menyerap ilmu pengetahuan, menyaksikan banyak peristiwa dan mengagumi keindahan alam.

Siti Kasimi (32) mengakui bahwa komunikasi dengan anak perempuannya bernama Ita, cukup baik. “Selama 14 tahun, komunikasi memang terhambat pastinya. Hanya saja karena saya bertemu setiap hari dan memenuhi kebutuhannya, jadi sudah terbiasa.” ujarnya.

Ketunanetraan ini, berimplikasi langsung pada kemampuan penyandangnya dalam mengakses informasi. Hilangnya indera penglihatan akan membawa berbagai dampak, baik secara mekanis maupun psikologis. Indera penglihatan merupakan indra pemadu segala rangsang yang diterima individu.

Siti menceritakan sekilas mengenai penyebab putrinya mengalami gangguan fungsi indera. “Dulu, anak saya lahirnya prematur. Sembilan bulan, namun berat badannya tidak sampai 2 kilogram. Kata dokter, dia harus diinkubator, maka saya menurut. Selama dalam inkubator, rupanya suhu udara di dalamnya terlampau panas. Sehingga berpengaruh pada retina matanya. Sementara kan, bayi prematur itu organ-organ inderanya masih sangat lemah ya,” kata Siti.
Tidak berfungsinya indera penglihatan, akan cenderung memfungsikan indra pendengaran dan perabaan secara intensif. Kondisi indera yang demikian, akan membawa dampak pada layanan pendidikan, khususnya dalam aspek pengolahan informasi bagi penyandang tuna netra.

Untuk belajar membaca dan menulis, umumnya anak-anak penyandang tunanetra menggunakan huruf braille. Namun, bagi kebanyakan orang, pastilah sulit untuk memahami tulisan mereka tanpa memiliki pengetahuan dasar braille. Sehingga, teknik pengajaran bagi siswa Tunanetra, di SLBN adalah kepekaan. Mulai dari melatih kemampuan taktual atau perabaan, bau-bauan, berjalan bersama pendamping, lalu mulai berjalan tanpa pendamping. Setelah itu mulai berjalan sendiri menggunakan tongkat putih. Barulah kemudian dia mulai jalan sendiri dari jarak yang paling dekat, sampai ke tempat umum, papar Mulyono.

Tidak bisa melihat bukan berarti tidak bisa melakukan apa apa. Apalagi tuntutan dunia saat ini dengan berbagai kemajuan teknologi, maka keterbatasan fisik tidak harus menjadi sebuah halangan yang berarti. Buta bukan berarti pasrah. Mengeluh pun memang wajar. Namun, tidak berbuat apa-apa, bukanlah hal yang disarankan. Tunanetra, merupakan sebuah jendela, agar kita berusaha lebih baik dan bersyukur pada apa yang kita miliki. (*/nno)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar