Selasa, 26 November 2013

Rindu Untuk Ayah




Lagi.
Gelak tawa tiba-tiba terhenti, saat teringat kepingan-kepingan kenangan yang tidak bisa kembali meski ditukar dengan nominal uang. Sighh!
Bodoh.
Seperti merasa terombang-ambing, saat bayangan memori itu melintas begitu saja. Ada tawa bahagia, kesombongan manusia, dan senyum bijaksana yang tidak bisa dihapus begitu saja dari ingatanku. Maaf Yah...
Masih saja.
Aku masih bisa merasakan Ayahku duduk tepat di hadapanku. Bertopang kaki dengan gayanya yang kadang sombong. mungkin itu untuk menjaga wibawanya. kadang juga dengan gelak tawanya yang membahana kemana-mana. mungkin juga itu untuk memberitahukan ke semua orang bahwa dia bisa bersahabat dengan anak perempuannya yang jarang bisa dilakukan Ayah lainnya.
Tadi sore, aku duduk di pojok cafe, memesan sepotong kue dan secangkir kopi yang cukup mahal untuk ukuran dompet di akhir bulan seperti ini. Masih sangat terasa, dulu... saat Ayah masih ada, berdiri di balik bayangannya, aku ikut sombong. kuakui itu.
Sering. Aku sering kali makan makanan enak dan tidak murah, tak pernah khawatir bagaimana cara membayarnya. Karena ada Ayah. Aku bisa keluar masuk hotel berbintang, tak pernah ragu bagaimana cara melunasinya. Aku bisa menunjuk barang yang aku suka di pusat perbelanjaan dengan brand ternama di jaman itu, semuda menjentikkan ujung jemari untuk mendapatkannya. 
Lihat.
Kini saat Ayah pergi ke surga, meninggalkan aku dan keluarga. Aku berusaha berdiri sendiri. kadang berusaha mengerti bagaimana rasanya menjadi dia. ternyata tidak semudah yang aku bayangkan.
Aku masih anak manja kesayangannya. Tapi mungkin itu dulu. sekarang, aku akan bilang "Aku pernah jadi anak manja Ayahku".
Ya, tadi sore, aku memutar memori itu, tanpa Ayah. Sendiri aja. membayar semuanya sendirian. dan duduk sendirian. Rasanya, aku ingin bilang ratusan kalimat padanya... seperti, "Ayah, aku sedang belajar menjadi dirimu," atau "Ayah, dulu aku selalu ada di balik bayang-bayangmu. Sekarang aku bisa sombong dengan caraku sendiri," atau bisa juga "Ayah, lihat aku sekarang. aku bisa dan berani duduk sendirian di cafe, membeli cemilan mahal yang dulu Ayah tertawakan." hhh... ya.
Sudah, itu saja.
Nanti aku buatkan lagi puisi atau cerita bagus buat Ayah.
Berikan saja restumu agar aku bisa berdiri tegak dan gagah sepertimu.


Ayah selalu tahu, I love you Dad.







Anakmu,

NENO

Tidak ada komentar:

Posting Komentar