Mengenali
Stres pada Anak Usia Sekola
Kenali
Perilakunya, Orangtua Jangan Terlalu Intervensi
Stres
tidak hanya terjadi pada orang dewasa, anak usia sekolah juga sering
mengalaminya. Tanpa penanganan yang tepat, prestasi anak bisa jeblok.
TIDAK
dimungkiri anak-anak saat ini sering mengalami stres menjelang ujian
terutama ujian semester, ujian sekolah atau ujian akhir nasional.
Tanda-tanda stres bisa diketahui orangtua dengan memperhatikan
perilaku si anak yang tiba-tiba murung, menyendiri di kamar, atau
melakukan kegiatan yang tidak seperti biasanya.
Menurut
psikolog klinis Triharim Kemala, sumber datangnya stres pada anak
umumnya muncul dari lingkungan sekolah. Mulai dari masalah hubungan
dengan teman sebaya, krisis identitas, penampilan, pekerjaan rumah
(PR) dan tes yang diberikan guru. Stres tentunya berdampak pada rasa
tidak nyaman, gugup, bahkan sulit untuk berpikir dengan jernih.
“Ketika
menghadapi ujian pasti ada rasa cemas, apakah nanti dia akan
berhasil, atau malah gagal. Lalu, bagaimana nanti masa depannya, dan
sebagainya. Itu akan membebani si anak,” tambahnya.
Ia
mengungkapkan, selama si anak stres, orangtua jangan terlalu
intervensi. Jika stres masih dalam tahap yang wajar, maka hal
tersebut bagus untuk perkembangan si anak dalam melakukan problem
solving untuk membiasakan diri mengatasi kejenuhan atau
kekhawatirannya.
“Jika
anak gagal dengan perkembangan stresnya maka ia bisa tumbuh menjadi
seseorang yang mudah marah, tidak sabaran, dan bahkan dalam
bersosialisasi ia tidak mau memahami orang lain,” kata alumnus
Magister Psikolog Universitas Muhammadiyah Malang ini.
Diterangkan
Triharim, stres yang dikatakan masih dalam batas wajar yaitu ketika
si anak tidak mengalami suatu permasalahan lain yang munculnya
belakangan. Misalnya perubahan pola tidur, pola makan, termasuk
gairah hidup.
Dalam
ilmu pengetahuan psikologi, lanjut Triharim, stres terbagi dua jenis.
Yaitu stres baik dan stres buruk. Stres yang baik akan berdampak pada
motivasi persaingan prestasi belajar yang akan diraih. Sedangkan
stres buruk berdampak pada penurunan atau kenaikan nafsu makan, susah
tidur dan susah berkonsentrasi. “Jika efek stres itu baik, maka
stres belajar bisa menimbulkan keinginan untuk tidak mau kalah nilai
dengan teman-temannya,” ujarnya. “Tapi, jika efek stres itu
buruk, maka akan menghambat kemauan belajarnya. Kalau dibiarkan
semakin memburuk, malah si anak jadi susah tidur, susah makan, susah
konsentrasi, bahkan gairah hidupnya menurun.”
Triharim
tidak begitu saja berpendapat. Dia memberikan tips agar anak sukses
melewati ujian di sekolahnya. Menurutnya yang paling penting adalah
tetap belajar.
“Dahulukan mata pelajaran yang disukai dan dikuasai anak. Dukungan orangtua juga memiliki peran. Bukan mengajari, tapi hanya menemani anak belajar. Bila perlu ciptakan suasana belajar yang kondusif buat anak belajar,” imbuhnya.
“Dahulukan mata pelajaran yang disukai dan dikuasai anak. Dukungan orangtua juga memiliki peran. Bukan mengajari, tapi hanya menemani anak belajar. Bila perlu ciptakan suasana belajar yang kondusif buat anak belajar,” imbuhnya.
Jika
si anak merasa jenuh maka perasaan tersebut harus
dilampiaskan.”Melampiaskan kejenuhan belajar bukan hal yang
diharamkan. Misalnya mendengarkan musik, menonton film, atau main
game. Asalkan, harus ingat, jangan berlebihan,” papar
Triharim. Yang tidak kalah pentingnya adalah orangtua disarankan
memberi penghargaan apabila anak berhasil melewati ujian dengan baik.
Misalnya, dengan mengajaknya jalan-jalan, atau memberikan kejutan
yang bermanfaat. (*/nno)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar