“Gila, telat lagi gue!!! Moga aja dosennya belum dateng...” aku berlari menaiki tiap 2 anak tangga sekaligus. Hari ini aku kuliah kalkulus yang bener-bener ngebosenin banget. Sebenernya yang bikin bete bukan kalkulusnya, tapi dosennya yang sok einstein itu! Masak minggu lalu aja quiznya 35 biji...eh, nomer! Terus Cuma dikasi waktu sejam! Dasar, dosen aneh, memangnya otak kita kayak ubur-ubur apa!!! Huu... panjang, kriting-kriting, agresif!!!
BRUAKKK!!!! Aku memang berlari kencang,
membabibutai koridor kampus sampai nggak sengaja...weiz, nabrak bo’!!!
“Sori man...” Cuma itu yang bisa terucap dari
mulutku yang sudah termonyong-monyong...ngosh-ngoshan!!!
Weiz, tau nggak...ternyata aku nabrak cewek!!! Aku
menghentikan langkahku dan berharap dia tersenyum sambil berkata, “Oh,
gapapa...” tapi, detik berikutnya ternyata...
Tanpa menatapku, gadis itu langsung pergi.
Astaga... aku dikacangin! Yah, udah biasa sih...tapi, gadis yang tadi
bener-bener lain...Sumpah! cuek, dingin, keliatan angkuh, tapi... gimana, gitu!
Nggak berani bo’ong sih... cantik!
Gimana nggak cantik? Mulus, tinggi, ramping,
rambutnya panjang lurus lagi...matanya..., bibirnya..., hidungnya..., uggfh!!!
Mantep!!!
ASTAGA!!! Kalkulusku...aku kembali berlari kencang
dan... bruak!!! Aku terpeleset, tepat di depan pintu sebelum masuk ke
kelas...waktu yang sama, kelas bubar dan teman-temanku keluar dengan muka yang
berot-berot.
“Aduh, apes gue hari ini.” Kutepuk jidatku karena
ternyata kelasku sudah selesai dan aku kehilangan absen!
“Ada apa sih?” tanya pada Roy.
“Makanya, masuk Cumi... barusan quiz dadakan!”
“APA???” aku semakin ternganga. Telat, kehilangan
absen, nggak dapet nilai quiz... huh, komplit!!!
“Heh, cumi...lo dipanggil pak kalkulus
tuh...katanya lo harus nghadep, jatah bolos lo abis!” Tian muncul di sampingku.
Aku Cuma bisa menepuk keningku...
Yah, sudah kuduga...aku dapet semporotan luar
biasa di bagian pengajaran kampus. Kartu kuning! nggak boleh telat lagi...nggak
boleh nggak masuk lagi, sampe akhir semester ini! Aih,...sial! mana minggu
depan ada pemotretan lagi...Huuuh...payah!
Uupz, kenalin namaku Tomi, tapi temen-temen biasa
manggil ”cumi”. Nggak tau kenapa, mungkin karena aku cakep...keren,
pinter...weiz, nggak nyambung!
Eh...hari ini sumpah bete abis! Mungkin dengan
nelen bakso bulet-bulet, bisa bikin lega...diujung koridor kudapati gadis yang
tadi kutabrak berjalan cuek, lurus ke arahku...oh, my god! Aku terpaku...wo’ow,
kayaknya...gadis itu hampir nabrak dosen,...pasti dimarahin! Aku tak
memalingkan pandangan ke arah lain... weiz, apa tuh...kok dosennya senyum? Eh,
dibiarin pergi lagi... ga bilang maaf lagi, tu cewek... hebat bener, anak Rektor
kali ya...
Ponselku bergetar dengan caller Kantor Redaksi...
“Ya, halo...” aku pun mendengarkan suara dari
seberang baik-baik, setelah selesai aku terduduk di kursi di dekat taman
samping.
Oh ya, aku tinggal sendirian di kota besar ini,
untuk biaya kuliah, aku berusaha kerja sambilan. Aku part-time sebagai
fotografer majalah remaja, sudah sekitar 1 setengah tahun. Tepatnya sejak
beberapa bulan sebelum mulai kuliah. Tau nggak, bosku minta dicarikan model
untuk cover majalah edisi minggu depan...
Yah, mungkin kita punya pikiran yang sama... aku
mau ngajak cewek itu...tapi, apa bisa?!
Kuberanikan diri untuk mnghalangi jalan gadis itu
ketika sudah hampir dekat denganku.
“Mm, boleh tau nggak, nama kamu siapa?” tanyaku to
the point.
Gadis itu menatapku kemudian pergi... aku
mengejarnya dan tak pantang menyerah mau kenalan...
“Cuma pengen kenal, nggak salah kan?” tanyaku
lagi.
Gadis itu mendorongku sampai langkahku termundur.
Gila, apa-apaan ni cewek! Belagu banget...
Ow, ternyata ada beberapa mahasiswa arsitek yang
lagi repot menggotong-gotong rumah-rumahan, memenuhi koridor...hh, ternyata
maksud cewek ini baik... aku tersenyum padanya, namun dia segera pergi...
“Hei, tunggu.” Aku masih menghadangnya.
Dia menatapku. Agak kesal kayaknya.
“Makasih ya.” Ucapku.
Dia tersenyum tipis dan langsung pergi.
Aih, gimana caranya ya? Aku memikirkan beberapa
ide... Segera aku berlari mencari teman-teman angkatanku.
“Lo kenal ga?” tanyaku setelah menyebutkan
ciri-ciri gadis itu.
“Heh cumi, lu waras kan? Cewek tu banyak banget di
kampus ini. Apalagi gedung teknik yang udah campur aduk. Ya informatika lah, ya
industri lah, ya mesin lah ya sipil lah... bejibun gitu mana gue perhatiin! Gue
nyari cewek buat diri gue sendiri aja susah...boro-boro nyariin cewek yang lu
incer.” Roy malah nyerocos.
“Eh cumi, coba lu cari ke angkatan baru
noh...2005, siapa tau ada yang bisa bantu.” Tian muncul dengan solusinya.
“Gue cabut dulu.” Aku langsung pergi. Aku nggak
mau tau, hari ini, aku harus bisa ngedapetin cewek itu! Seenggaknya nama dan
no. Hp nya...
Aku mencari tampang-tampang 2005 yang nangkring di
depan kelas. Langsung kutanyakan gadis itu, bak nanya orang hilang di
tipi-tipi! Tapi jawabannya kompak semua... “Mas, cewek di kampus ini tu banyak,
mana kita tau! Kali aja dia anak jurusan lain yang Cuma numpang jalan-jalan.”
Aku tersenyum tipis dan langsung meninggalkan
mereka. Duh, nanya sama siapa ya...?
Aha!!! Aku dapet ide!
Aku berlari menemui dosen yang tadi berpapasan
dengan gadis itu...
“Permisi pak... saya mau menanyakan sesuatu,
mudah-mudahan bapak bisa membantu saya.” Aku to the point dan langsung duduk di
hadapan beliau.
Dosen itu menatapku aneh...
“Kamu siapa? Kayaknya saya belum pernah kenal
kamu.” Beliau tampak bingung.
“Saya mahasiswa Informatika angkatan 2004 pak.”
“Lha, ada urusan apa kamu nyari saya? Saya ini
dosen Teknik Mesin.”
“Saya Cuma mau tanya-tanya sedikit.” Aku pun
langsung to the point menyebutkan ciri-ciri gadis itu. Kemudian bapak itu
tersenyum.
“Kenapa pak?” tanyaku.
“Yakin, mau tau siapa dia?”
Hatiku jadi dag dig dug deg dog... ga nyangka, aku
bakal tau siapa nama gadis itu! Aku pun mengangguk segera nan pasti.
“Namanya Nayna, Jurusan Teknik Mesin angkatan
2005. Dia satu-satunya mahasiswi perempuan angkatan tahun ini.
Aku terdiam... terpesona tepatnya! Gadis itu
bener-bener luar biasa!
“Makasih pak.” Aku langsung pergi tanpa berani
berkata-kata lagi.
Ke parkiran motor, aku langsung melesat pergi, ke
Taman yang jaraknya nggak jauh dari kampus.
Ku setting, SLR digital canon...kamera
kesayanganku. Lalu kupanggili setiap gadis yang lewat dan kusuruh bergaya...
saking bingungnya, kufoto aja semua! Tapi suer deh, nggak ada satu pun yang
bisa bikin gambar di LCD di kameraku ‘hidup’. Hhhh...
Aku berbaring di tengah lapang, mengarahkan lensa
ke arah langit dengan mata yang masih deket banget sama lensa... Ahh! Spontan
aku terduduk. Lensaku tepat menangkap cahaya matahari terik... Silau!!!
Pandanganku kabur sejenak...
Entah disengaja atau enggak, kutemukan gadis cool
itu duduk di bawah pohon.
Setelah aku bisa melihat kembali, aku langsung
mendekatinya...
“Nama kamu Nayna kan?” tanyaku langsung duduk di
sebelahnya. Kembali ku otak-atik kameraku.
“Kamu kok sendirian sih?” tanyaku lagi.
Gadis itu tetap mengunci mulutnya.
“Ok, aku minta maaf soal tadi...aku sudah nabrak
kamu. Aku juga pengen terima kasih, kamu udah nolongin aku. Tapi plis, jangan
diem aja donk.” Aku menatapnya.
Dia bangkit dan hendak pergi.
“Eit, tunggu! Aku nggak akan biarin kamu pergi
gitu aja...” kupegang tangannya.
“Pinjem Hp kamu...” pintaku dan menadah tanganku.
Gadis itu menatapku bingung...
“Pinjem aja! Aku bukan rampok.” Tegasku.
Walaupun awalnya ragu, namun gadis itu pun duduk
lagi dan memberikan ponselnya.
Kumasukkan no. Hpku dan langsung ku misscall balik
ke hp ku.
Dirampasnya ponselnya dari tanganku.
“Namaku Tomi. Informatika 2004.”
Gadis itu bangkit lagi.
“Mudah-mudahan aku bisa jadi temen kamu.” Tukasku.
Sekian kalinya, dengan cuek si Nayna itu pergi...
“Hu, yess!” aku kegirangan. Siapa dulu...cumi!!!
Lincah, gesit, ambisius...hh, mantap bo’!!!
Kudengar suara sms masuk di hpku. Kubaca...
“Tom, inget. Lusa kamu harus sudah bawa model ke
kantor. Tapi lebih cepat lebih baik. Ada bonus besar minggu ini kalo kamu
berhasil dapet yang terbaik.” Dari PemRed...
* * *
“Hai, lg apa ni?” aku mengirim sms untuk Nayna.
Duuuh, dibales nggak ya... jadi deg-deg’an...
“Lg didpn komptr.” Waw, dibales!
“Malem-malem gini, belajar? Rajin amat! Btw, ada
acr ga bsk?”
“Ga.”
“Jln2 sm ak, mau kan? Ga bakal diculik deh.”
Agak lama aku menunggu balasannya. Mudah-mudahan
dia nggak marah...
“Jam 10, bis slesai Kuliah.”
Aku tercengang, membaca balasannya. Aku
berhasil... cumi hebat!!!
“Oke, ak jmput di Kmps jam 10.”
* * *
Kebetulan banget, aku juga selesai kuliah jam 10.
Jadi bisa langsung ketemuan sama Nayna.
“Lg dmn? Ak udh di dpn.” Ku sms dia. Tapi nggak
dibales!
Seseorang menepuk pundakku.
Aku menoleh dan melihat Nayna berdiri di
sampingku. Aku tersenyum.
“Yuk.” Kuberikan helm padanya.
Kami pun melesat meninggalkan kampus...
Nayna ini benar-benar misterius. Sepanjang perjalanan,
kami Cuma diam... ku harap dia bukan gadis bisu!
“Tempatnya keren kan?” aku menghentikan motorku di
parkiran tepi pantai.
Nayna segera turun dari jok belakang. Dia
melangkah menapaki pasir pantai...
Aku segera menyusulnya...
“Kamu suka pantai?” tanyaku.
Dia tak menjawab.
“Ini salah satu tempat favoritku kalo lagi sedih,
bete, mumet, pusing...” aku mencoba mulai bercerita.
“Aku lagi mumet banget, kerjaanku numpuk. Bosku
disiplin banget, belum lagi urusan kampus... belum lagi urusan di
rumah...muterrr terus.” Aku bercerita sambil terus melangkah mendekati pantai,
sembari membuka tas kamera yang tergantung selempang di pundakku.
“Aku paling suka motret garis ujung pantai.” Aku
terus berceloteh dan menghentikan langkah. Terfokus pada ombak yang berlari ke
arahku. Kuangkat kameraku, mengatur diafragma, speed, dll..
Kami pun melepaskan alas kaki sejenak, lalu aku
mulai sibuk jeprat!jepret!
Saking asiknya, kakiku terus melangkah menginjak
ke dalam air... hmm, kurasa semakin rileks! Pasir pantai yang lembut memijat
telapak kakiku... Angin sepoi membelai seluruh ragaku yang gerah. Hhh, enaknya!
... jpret! Jpret!
“JANGAAAAAN...!!!” kudengar seorang cewek
berteriak dan detik berikutnya dalam sekejap aku terpeluk dari belakang.
Tubuhku serasa mati seketika... suara Nayna kah itu?
Aku masih belum melepaskan kamera yang tertempel
di wajahku. Lalu kedengar isakan pelan...
“Kak... Nay mohon! Jangan Kak...”
Aku tak berani bergerak sesenti pun, karena
dekapan Nayna semakin kuat.
Sepertinya aku mengerti bahwa Nayna mengalami
trauma yang cukup mengguncangnya.
“Biar aja Tante itu di tolong penjaga
pantai...kakak nggak usah ikut-ikutan! Bahaya kak...” Nayna menangis.
Kuberanikan diri melepas kamera, menggantungkannya
di leher dan berbalik.
“Nay...” aku membelai kepalanya.
Nayna menatapku dan spontan berhenti menangis.
Lalu dia berlari ke tepi dan segera ku susul..
“Kalo ada masalah, jangan lari! Itu nggak akan
pernah menyelesaikan masalah!” aku menangkap tangannya. Dia mencoba memberontak
dan kami pun akhirnya terjatuh. Tetap saja Nayna mencoba menjauh dariku namun
aku semakin tak bisa melepaskannya. Sesaat kami bergulat di atas pasir pantai.
“Nay...” aku mencoba menenangkan.
Nayna tampak ketakutan dan masih kuat memberontak.
Terpaksa, aku memeluknya! Aku mendekapnya erat,
sampai dia tak dapat lagi bergerak liar. Kemudian, setelah Nayna sudah agak
tenang, dia duduk lemas... aku juga ikut duduk. Kami diam...
Tak lama, kulihat airmata menetes di wajahnya,
tanpa isakan. Kusandarkan perlahan kepalanya di bahuku.
“Tahun lalu, aku masih punya kakak. Namanya
Reno... dia baik sama semua orang. Saking terlalu baik sama orang, dia sampe
nggak perduli sama dirinya sendiri. Waktu itu, main di pantai...ada seorang
tante yang hampir tenggelam. Ombaknya mulai besar... Reno lari... Reno pengen
banget nyelamatin tante itu... aku sudah berusaha mencegah, tapi dia yang mohon
sama aku. Akhirnya, ombak keparat itu merenggut nyawanya...Padahal, dari kecil
aku, kakakku, dan mamaku sering main di pantai...” Nayna pun akhirnya membuka
mulut, bercerita panjang lebar.
“Terus... Mama kamu nggak ikut kalian?” tanyaku.
“Mama meninggal kecelakaan mobil 2 setengah tahun
yang lalu... waktu itu, mama pergi berdua aja sama Reno! Reno merasa bersalah
atas kematian mama... Yang aku pahamin waktu Reno meninggal...dia pasti
teringat waktu dia berusaha nyelametin mama. Makanya dia bersikeras mau nolong
seorang ibu yang nggak dia kenal...” Nayna kembali bercerita dan mengangkat
kepalanya dari bahuku.
“Dalam keluargaku, Cuma Reno yang tau betul apa
mauku. Dia yang paling sayang sama aku... mama paling sayang sama Reno.”
“Ngerasa tersingkir?” aku menyela.
Nayna menatapku... segera ku jerpret! Wajahnya...
“Kena!” aku tersenyum.
Kulihat Nayna tampak terpaku. Segera kugelitik
dia...kemudian aku berlari menjauh...
1...2...3...yess! dia mengejarku...
Bruk!!! Alamak, aku jatuh tersandung pasir
berlubang.
Lalu kudengar suara gelak tawa Nayna...
“Nice moment!” langsung ku jepret! Lagi wajahnya
yang ceria itu... Nayna terlihat semakin cantik...
Kami pun terus saja bercanda... ternyata, dengan
riangnya, Nayna bergaya agar aku memotretnya... wow!
“Mungkin seperti inilah keadaan yang terjadi sebelum
kepergian Reno.” Simpulku dalam hati. “nggak disangka Bayna cukup tegar dan
menjadikan semuanya, kenangan terindah dalam hidupnya...”
* * *
Setelah selesai kuliah, aku berpapasan dengan
dosen Teknik Mesin itu di kantin. Aku menghampiri dan melempar senyum
padanya...
“Tom, saya akui... kamu hebat!” puji beliau.
“Memangnya saya habis ngapain Pak?”
“Duduk dulu.” Ajak beliau. Kami pun duduk dan
makan siang bersama.
“Sejak kepergian Reno, Nay sama sekali nggak mau
ngomong... dia membisukan diri selama setahun ini... Papanya khawatir, Nay akan
bisu. Anak itu betul-betul bungkam. Tapi, sejak kenal kamu...semuanya berubah!
Nayna bisa senyum, bahkan mau bicara... Terima kasih Tom.” Dosen itu menepuk
pundakku.
“Kok bapak tau?” aku heran.
“Saya Omnya. Papa Nayna, sepupu saya.”
Aku mengangguk mengerti. “O...”
“Tapi, ada berita yang kurang bagus...” lanjut
beliau.
“Maksud bapak?”
“Nayna akan dipindahkan ke Inggris, besok...”
Aku terpaku, terdiam, tak tau apa yang harus ku
katakan... Entah, dadaku kayak ditendang-tendang ikan hiu! Sakit rasanya...
“Memangnya kenapa pak?” aku bertanya, berusaha
menenangkan suaraku.
“Papanya pengen Nay jadi Dokter.”
Aku terdiam lagi...
“Sebenernya, hubungan Nayna dan papanya, kurang
begitu baik. Selama ini, Papanya tinggal di Inggris. Sedangkan gadis itu
dititipkan ke saya. Selama 2 tahun ini, dia lose contact sama Papanya. Papanya
sibuk. Ambisinya begitu besar untuk jadi pengusaha no.1.”
Aku hanya bisa mendengarkan...
“Sebenarnya saya juga agak berat menerima
keputusan Nayna yang mendadak. Tiba-tiba pengen tinggal sama Papanya.”
Aku kayak ada di dalam perapian... Emosi, pengen
banget teriak dan bilang bahwa semua ini nggak adil... nggak fair... ehm, is it
love? Ah, ngaco!
Setelah percakapan itu...aku langsung mencari
Nayna! Aku membabi butai koridor kampus hanya untuk segera menemukannya...
bidadariku! Cie...
Hhhh, ponselku berjoget di saku celana. Langsung
kujawab. “Ya bos...” dari kantor.
“Mana modelmu? Dead line sore ini... saya tunggu
sampe jam 6 ya! Inget, saya yakin kamu butuh bonus itu untuk bayar uang sekolah
adikmu...”
Aku terdiam...
Iya, 2 tahun yang lalu, ibuku masih sanggup
membiayai sekolahku dan adikku. Tapi, setelah ibuku kembali ke pangkuan illahi,
kutitipkan adikku di asrama, kampung halaman.
Aku menutup ponsel dan melangkah gontai,
uring-uringan, males... ahh, bete dah! Kuambil kunci motor dari kantong...
segera kunaiki punggung RR ku. Memasang helm dengan malas... ASTAGA!!!
Ada hantu kah di jok belakang? Tiba-tiba ada yang
memegang pundakku dan dengan gesit, naik! Aku pun menoleh penasaran...
“Kalo nggak jalan sekarang, aku turun!” kudengar
suara Nayna, mengancam.
Langsung kutancap motorku...
Ini kesempatanku! Mungkin ini juga kesempatan
terakhir... terakhir kalinya bisa bersama seorang Nayna.
“Beli es krim.” Pintanya.
Kami pun membeli es krim...
“Beli gulali...”
Kami pun membeli gulali...
Ku foto dia, juga bersamaku...!!! aku merasa
rileks... huh, aneh!
Kami bercanda-canda tentang semua hal... tentang
apapun! Lalu Hp ku berbunyi lagi dari kantor... Tapi tiba-tiba Hpku di rampas.
“Iya, 15 menit lagi...” Nayna menjawabnya!
“Ayo, 15 menit... nggak boleh telat!” dimatikannya
ponselku dan menarik tanganku... persis kambing! Sebenarnya, apa sih
rencananya??? Aku Cuma menurut. Kemana pun Nayna ingin pergi, kuantarkan...
Aku kaget... Nayna membawaku ke Kantor Redaksi!
“Sekarang... jam setengah 5. Aku kasih waktu sampe
jam 8. Ayo, buruan.” Dia melirik jam sejenak dan menarikku ke lantai 4.
“Maksud kamu apa nih?” tanyaku bingung.
“Aku lagi pengen dipotret!” jawabnya singkat.
Beberapa jam itu kulewatkan untuk menjadikan Nayna
model. Wajahnya, hidup banget man! Mungkin, dari sekian model yang pernah ku
foto, dia lah yang paling PERFECT!!!
Tepat jam 8, kami meninggalkan kantor...
“Laper...” katanya.
Aku membelokkan motor ke Cafetaria terdekat...
Sambil makan, aku terus menatapinya, pengen banget
denger langsung cerita darinya... tapi nggak bisa!
“Eh, nyanyi ah...” Nayna langsung berdiri dan
berjalan ke panggung cafe. Aku tercengang... semangat banget dia hari ini...
Nggak apapalah...
Dimainkannya senar-senar gitar dengan jemari
lentiknya. Beberapa saat kemudian, suara merdunya keluar, membuat seisi cafe
hening... hikmat dengan suaranya!
Gadis ini bener-bener sempurna! Tuhan,...boleh
nggak aku minta dia??? Aku jadi senyum-senyum sendiri deh!
Jam 10... kuantar dia pulang...
“Nay...” kupegang tangannya ketika baru turun dari
motor. Secepat kilat diciumnya bibirku!!! Langsung saja dia berlari masuk ke
dalam gerbang yang guedde buanget itu...
Aku terpana! Ngimpi apa aku semalem? Kenapa dia
hari ini???
* * *
Pagi-pagi banget sebelum masuk kuliah, aku mampir
ke rumahnya... Tapi yang muncul malah Pak Mesin! (Abis, nggak tau namanya...)
“Nayna belum pergi kan pak?”
Bapak itu tersenyum.
“Dia sudah pergi sejak tadi malam. Jam setengah
12an, naik pesawat pribadi.” Bapak itu memegang pundakku.
“Nay sudah cerita semuanya. Kemarin dia sengaja
mencari alamat kantormu. Bosmu cerita semuanya tentang kamu. Makanya, dia
bersedia jadi modelmu. Soal kuliah, itu sebenernya Cuma alibi semata... Nayna
nggak bener-bener jadi mahasiswa Teknik Mesin. Dia Cuma hobi belajar, tapi
nggak terdaftar... Dokter memvonisnya mengidap Leukimia stadium akhir, 2 tahun
yang lalu. Selama ini hidupnya bergantung sama obat-obatan antobiotik. Dia kuat
dan penuh semangat, makanya dia sanggup bertahan... Sekarang dia akan
menghabiskan sisa hidupnya di kota kelahirannya, ingin dipusar bersama Reno dan
Mamanya. Menikmati sisa hidup bersama Papanya... ini, surat dari Nay.”
Kubaca surat kecil itu...
“Thanks for everything. Semua yang sudah pernah
terjadi, bakal aku jadikan kenangan terindah semasa hidupku. I love you.”
Aku terpaku...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar