Dikisahkan Sri,
pemandu museum yang sudah menemani pengunjung sejak 4 tahun lalu, museum
sederhana ini di buka dan diresmikan. Katanya, sebenarnya museum kodam
VI/Mulawarman ini memilik kontribusi yang besar bagi pendidikan. Tidak heran
jika kebanyak pengjung, mayoritasnya memang pada pelajar dan mahasiswa. Namun
yang sangat disayangkan oleh Sri adalah kurangnya rasa nasionalisme generasi
sekarang. “Hampir semua dari para pengunjung
anak-anak kelas 4-5 itu, kalau saya tanya tentang sejarah, mereka tidak
mengerti. Seperti kapan hari kemerdekaan negara, siapa pangeran Diponegoro,
Hassanudin, atau Soekarno, mereka tidak tahu,” tutur wanita 47
tahun ini.
Sri mengisahkan,
dahulu pembuatan museum Kodam VI/Mulawarman ini merupakan impian warga dan TNI.
Selain ingin menyelamatkann keaslian bangunan tua, museum dipakai sebagai wadah
bukti-bukti sejarah perjalanan bangsa. Bukti nyata perjuangan bangsa Indonesia
dari nol sampai bisa merdeka seperti saat ini. Mulai dari perjuangan para
pejuang laskar sebelum diwadahi badan keamanan rakyat, sampai terbentuknya
Tentara Nasional Indonesia. Termasuk pengetahuan mengenai teritorium
Kalimantan, yang memiliki sub teritorium Kalbar, Kalteng, Kalsel dan Kaltim.
Sri sangat
menyayangkan, kejadian yang sering ditemukanya tersebut, membuatnya berfikir,
apakah sejarah militer kita ini sudah terkikis dengan era modern yang ada kini.
Kekuatan modernisasi seolah menguasai generasi anak-anak untuk mengetahui
tentang sejarah negara kita. “Mereka seharusnya
perlu tahu juga bahwa dulu, Tentara berperang smpai titik darah penghabisan
supaya kita semua bisa merdeka. Bisa duduk manis dengan tenang, dan pergi ke
luar rumah tanpa rasa cemas,” ungkapnya.
Sri sendiri
mengaku, memang tidak secara langsung menyaksikan situasi peperangan jaman
dahulu kala. Namun, orangtuanya selalu mengajarkan tentang sejarah, dan kini
dia pun mengajarkan sejarah kepada anaknya, selain suaminya yang juga seorang
anggota Tentara. “Musem ini, pendanaan tunggal dari Kodam.
Jadi, kalau hujan lebat dan awet, bisa banjir. Peralatannya, juga tidak ada
koleksi terbaru yang bisa diceritakan kepada anak cucu,” curhat Sri. Ia
berharap, museum sederhana ini bisa menjadi tempat yang dihormati oleh
masyarakat umum dan generasi, tanpa menggeser nilai sejarah di dalamnya.
Seandainya, fasilitas yang ada bisa terpelihara dengan baik, maka museum ini
bisa saja menjadi besar seperti yang ada di kota besar lainnya.
Kini, museum Kodam
memiliki 15 jenis senjata, 8 pelengkap, 7 alat perhubungan, 4 alat musik, 6
alat kesehatan, 5 jenis dokumen, 3 lambang satuan, 5 miniatur dan 6 senjata tradisional.
(*/nno)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar