Kamis, 06 November 2014

Tampak Sederhana, Isinya Tak Ternilai Harganya



Sekilas tentang Museum Kodam VI/Mulawarman Balikpapan

Salah satu cara melestarikan nilai-nilai historis perjuangan para pahlawan adalah mengabadikan jejak-jejak perjuangan para pahlawan untuk selalu dicatat, dikenang dan diteladani para generasi muda. Dari luar memang tampak sederhana, tapi isinya tak ternilai harganya. Nilai sejarah, seni dan masa lalu, dari Museum Kodam VI/ Mulawarman Balikpapan.

Dengan menghimpun barang bernilai sejarah, berupa dokumentasi tulisan, gambar, miniatur, bendera, seragam, piagam, buku-buku, bahkan benda aslinya benda bersejarah. Semuanya merupakan tanda bukti perjuangan para pahlawan yang menjadi bagian dari goresan tinta emas yang tidak akan luntur dan terhapus oleh masa. Menjadi nilai yang sangat berarti bagi perkembangan generasi di Benua Etam, Kalimantan Timur.

Mampir di Jalan Letjen Suprapto Balikpapan Barat, Kaltim Post mengunjungi Museum Kodam VI/Mulawarman. Saat tiba di depan bangunan yang bersebelahan dengan Kantor Perwakilan Tentara Malaysia tersebut, tampak seperti bangunan biasa. Hanya ada pendopo bercorang loreng khas tentara yang terletak di pojok halaman depan, meriam dan panser milik Amerika dan Australia yang diproduksi pada tahun 1942 silam. Siapa sangka, isi rumah sederhana bercat dinding hijau tersebut menyimpan banyak benda-benda bernilai sejarah tinggi.

Sekilas tentang Museum Kodam VI/Mulawarman, dikatakan Pengawas museum, Sri Wahyuni, Kodam dibangun sejak 16 September 2008. Mulanya, museum yang dijaga lebih dari 7 orang ini, bernama Museum Tanjungpura. Diresmikan oleh Pangdam VI/Tpr Mayor Jendral Tono Suratman.

Memasuki pintu pertama, terdapat 4 manekin berseragam militer Indonesia. Mereka merupakan dua pasang display seragam tentara, patung laki-laki dan perempuan. Yang dipakai laki-laki, seragam PDL, yang becorak loreng-loreng sering kita temui. Kata Sri, seragam, PDL dipakai dalam kegiatan lapangan, seperti perang, atau dinas ke luar. Lalu, seragam PDH, yang bermotif hijau muda polos, merupakan pakaian sehari-hari yang digunakan di dalam area Militer. Sedangkan yang seragam perempuan ini, seragam Persit. Persatuan Istri Tentara. Seragam ini seragam wajib bagi para istri Tentara pada saat mendampingi sang suami di suatu acara, terang Sri.

Masih di ruangan yang sama, pengunjung bisa membaca rentetan sejumlah nama para pejuang yang gugur dalam tugas mempertahankan dan membela NKRI. Seperti operasi G30S/PKI, Penumpasan gerombolan paraku, perang Timor-timur, operasi daerah Papua, Ambon, dan Nangroe Aceh darusaalam, serta pengamanan perbatasan wilayah Indonesia-Malaysia. Di atas marmer hitam, nama mereka diabadikan dengan tinta emas, sebagai pengormatan jasa.

Ruang berikutnya, puluhan foto terpampang, membantu pengunjung meraskan bagaimana aktivitas yang telah dilalui para Tentara di mas lalu. Ruang dokumentasi itu dilengkapi koleksi buku-buku sejarah, serta miniatur kenang-kenangan dari stakeholder. Miniatur kapal selam Cakra, KRI fatahillah, pesawat Puma, juga monumen kebanggan TNI Angkatan Laut.

Ruang berikutnya, kata Sri, paling diminati pengunjung. Di sini terdapat sejumlah koleksi senjata yang pernah dipakai para prajurit TNI dalam pertempuran mempertahankan Indonesia, terutama wilayah pulau Borneo. Koleksi tersebut, SMR s6-43 lengkap dengan tripod roda, Mortir 81 lengkap dengan landasan dan tripodnya, SS 1 CAL 55 mm, Jet laras panjang CAL 5,56 mm. Serta 6 senjata tradisional khas Kalimantan. Sepasang tombak, sepasang samurai yang panjangnya hampir 2 meter lengkap belati  di sarung kulitnya, sebuah mandau berukuran 50 cm, dan sebuah mandau raksasa yang berukuran hampir 2 meter. Terpajang di sisi dinding.   

Ruang sebelahnya, terdapat peralatan kedokteran kuno. Seperti timbangan pengukur dosis obat, jarum suntik dan marmer untuk wadah mensterilkan peralatan medis. Masih di ruangan yang sama, pengunjung diperkenalkan beberapa alat komunikasi kuno seperti radio SC 130, radio SSB SR-206 dan HT Kachino 404 dan Sentral telepon CB 10 ch. Termasuk alat-alat musik yang sering dpakai untuk upacara atau acara tertentu. French Horn, Sausophone Bass, Terompet, dan Sangkakala berukuran jumbo.

Ruang berikutnya, pengunjung bisa melihat puluhan bendera sebagai lambang batalyon se-Kalimantan. Tunggul Batalyon se-kalimantan, Duaja Korem se-kalimantan, dan sempana. Bentuk dan warna variannya, asli. Termasuk lemari berisi belasan jenis peluru sebagai amunisi peralatan senjata perang, mulai dari ukuran ruas ibu jari, sampai ukuran pinggang manusia. Masih di ruangan yang sama, pengunjung dikenalkan pangkat TNI AD mulai dari pangkat paling bawah (Prada) Tamtama sampai pangkat tertinggi (Jenderal Besar) Perwira Tinggi. Termasuk urutan kepemimpinan Palingma Kodam (Pangdam) dari tahun 1985 sampai 2009.

Ruangan terakhir adalah ruang audiovisual pertunjukkan film dikumenter. Dekorasinya unik, diselimuti jaring-jaring dan belukar buatan, menyerupai lokasi persembunyian di tengah hutan, termasuk bangku panjang yang bentuknya masih seperti batang pohon aslinya. Dilengkapi video player dan televisi film berupa kepingan cd ditayangkan untuk semua pengunjung. Kalau ada kunjungan anak-anak sekolah, nontonnya di sini selama 1 jam. Kita perkenalkan film G30S/PKI. Anak-anak pun suka, terang Sri.        


Dijelaskan Sri usai mendampingi penelusuran ruangan, waktu berkunjung mulanya memang Senin sampai Jumat pukul 09.00-15.00. Namun, katanya museum ini selalu buka selama ada yang piket. Kta terbuka untuk umum, siapa saja, kapan saja. Karena kami ingin mengenalkan sejarah militer secara terbuka kepada warga yang ingin mengetahui dan menambah wawasan. Termasuk sabtu dan minggu, tegas Sri. Ditambahkannya, setiap bulannya, pasti ada rombongan seperti sekolah SD, SMP, SMA, Mahasiswa, bahkan ada yang datang dari luar kota, menyempatkan waktu untuk mampir. (*/nno)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar